Sepotong es tube sangat ditunggu-tunggu oleh masyarakat desa. Bahkan, mereka rela menunggu di ujung jalan, demi melihat sosok lelaki umur tiga puluhan datang. Adalah Muhaimin yang datang dari seberang desa membawa sejuta kesenangan bagi warga Desa Guah. Ia hadir saban sore setiap bulan Ramadhan dengan membawa gerobak berisi es tube.
Gerobak yang biasa dibawanya ke Desa Guah disambungkan pada ujung belakang sepeda motor dengan menggunakan tali. Sejak beberapa tahun yang lalu, ia muncul dari seberang desa. Orang-orang Desa Guah tidak tahu persis identitas lengkapnya karena Muhaimin selalu mengalihkan pembicaraan ketika ada salah satu warga desa yang bertanya.
Ia berusaha menutupi identitasnya, kecuali nama dan alamatnya, itu pun belum begitu jelas karena ia tidak pernah menyebutkan sacara sempurna alamat lengkapnya. “Saya Muhaimin dari seberang desa.” Itu saja yang ia infokan pada warga desa ketika didesak dengan pertanyaan.
Jawaban Muhaimin yang selalu berusaha menutupi identitasnya, menciptakan anggapan bahwa soal identitas Muhaimin tidak lagi penting. Warga desa tidak memaksa untuk mendapatkan identitas lengkap Muhaimin. Yang terpenting adalah mereka bisa mendapatkan es tube dari lelaki itu secara gratis. Iya, gratis.
Muhaimin tidak pernah meminta bayaran sepeser pun atas es tube yang dibawanya dari seberang desa. Aneh bukan, ia datang dari seberang desa, dengan bersusah payah melewati jalan desa yang penuh batu nan licin karena tidak beraspal. Kemudian, memberi es tube dengan cuma-cuma.
Beberapa tahun yang lalu, saat ia datang pertama kalinya dengan gerobak berisi es tube, warga Desa Guah merasa ragu untuk menerima es tube itu. Mana mungkin ia datang jauh-jauh dengan memberikan es tube secara gratis, pasti ada sesuatu yang diinginkan. Namun, seiring dengan berjalannya waktu, warga desa mulai menerima es tube itu. Mereka yakin, bahwa Muhaimin bukanlah orang jahat.
Maklum, Desa Guah sama sekali belum terjamah oleh listrik. Sangat mustahil bagi warga di desa ini untuk mendapatkan es tube dengan mudah, apalagi mendapati kulkas di setiap rumah. Untuk mendapatkan es tube, mereka harus pergi ke luar desa yang dijual saban sore, namun itu membutuhkan waktu yang sangat lama. Harus berjalan beribu langkah kaki.
Bukan tidak mungkin, kehadiran Muhaimin bagaikan malaikat yang berubah menjadi manusia, dengan memberi keberkahan di bulan Ramadan. Setiap hari di bulan Ramadan, ia tidak pernah alpa untuk datang ke Desa Guah dengan membawa gerobak berisi es tube.
Pohon jati menjadi saksi kericuhan warga desa yang selalu berdesakan ketika tubuh Muhaimin muncul dari ujung jalan. Di bawah pohon jati itulah tempat Muhaimin biasanya membagikan es tube.
Warga desa selalu berebut, bak ikan yang baru saja dilempari makanan ke permukaan air. Ia dengan senang hati memberikan sepotong es tube pada setiap warga desa yang datang ke pinggir jalan itu.
Tubuh gerobak sama sekali tidak kelihatan, ditutupi oleh tubuh-tubuh orang desa yang berkerubung tanpa alas kaki. Satu sama lain saling bersahutan, agar diberi es tube lebih dulu. Mereka tidak mau antre. Namun, Muhaimin lebih tahu siapa yang lebih dulu antre. Di balik tangannya yang sibuk memotong es tube, matanya tidak luput dari pandangan orang-orang desa yang berdesakan.
“Tenang, pasti semuanya dapat!” Muhaimin mencoba untuk meredam kericuhan orang desa, yang menanti es tube sampai ada di genggamannya.
Muhaimin memberikan es tube yang sudah dipotong menjadi balok kecil. Daun pisang yang sudah lama berada di atas telapak tangan warga desa, siap menerima potongan es tube tersebut. Muhaimin merasa lega ketika orang-orang desa meninggalkannya dengan senyum kebahagiaan. Ada yang sampai mencak-mencak ketika berhasil membawa sepotong es tube, itu tidak lain adalah tingkah anak-anak. Semua warga desa yang hadir di gerobak Muhaimin mulai dari kalangan bapak-bapak, ibu-ibu, mbah-mbah, remaja, bahkan anak-anak.
Es tube yang berhasil didapatkan dari gerobak Muhaimin tidak lain dibuat untuk es kacang hijau, kolek dan jenis minuman yang menyegarkan untuk buka puasa. Bagi penduduk desa yang terkenal gersang dan sulit menemukan sumber air, menyeduh minuman es adalah surga dunia. Sekarang, mereka masih merasakan surga itu selama bulan Ramadan. Lepas itu, surga kembali pada habitatnya.
Memasuki pertengahan bulan, Muhaimin jatuh sakit. Badannya panas melebihi 40 derajat, kepalanya pusing dan batuk menyerang kerongkongannya. Namun, itu tidak menghalanginya untuk pergi ke Desa Guah untuk sedekah es tube.
Istrinya sempat melarang, lantaran khawatir terjadi sesuatu yang buruk saat perjalanan. Lebih baik perbanyak isirahat agar segera sembuh, dan esok hari masih bisa pergi desa lagi. Muhaimin masih bersikukuh dengan pendiriannya. Ia berhasil meyakinkan istrinya bahwa ia akan baik-baik saja.
“Tidak ada yang lebih penting bagiku daripada bisa bermanfaat bagi orang lain. Aku masih belum berbuat apa-apa hari ini. Aku harus bisa memberi manfaat pada orang lain, yaitu dengan sedekah es tube.” Muhaimin mengembangkan senyum, seraya mencium kening istrinya.