Margo kecil berlari penuh semangat untuk pergi ke mushala. Dia selalu semangat ke mushala walaupun tidak selalu untuk shalat. Andai setiap waktu bapaknya ada di rumah, dia pasti meminta diajak ke mushala. Namun, hanya di waktu Maghrib dan Isya bapaknya di rumah. Pada Zuhur dan Ashar, bapaknya masih di ladang.
Maghrib ini, bapaknya sudah di rumah. Seperti biasanya, Margo yang mengajak bapaknya mengajak ke mushala.
"Pak, sudah azan. Ayo ke mushala, ajak anak kelas dua SD itu. Ayo."
"Sebentar, bapak ambil peci," kata Yanto yang lantas meraih kopiah di atas cantolan paku yang ditancapkan di dinding pa pan rumah. Suara azan Maghrib terdengar semakin lantang dari pengeras suara mushala.
Akhir-akhir ini, sebetulnya Yanto enggan mengajak anaknya ke mushala. Tidak lain, sosok Haji Salim yang menjadi alasannya. Haji Salim sangat cerewet dengan anak-anak yang gaduh di mushala. Tidak jarang, dia memelototi, menegur, berteriak, hingga membentak anak-anak yang ribut di mushala.
Ia garang terhadap anak yang tidak rapi shafnya. Anak yang tidak pakai peci disuruhnya pulang untuk mengambil peci. Makin marah ia saat ada anak lari-larian di dalam mushala.
Kalau Haji Salim marah, barulah anak-anak itu diam, duduk tenang, tak berani ribut lagi atau bersuara. Meskipun mereka diam, tak lama lagi mereka biasanya gaduh lagi. Lupa lagi dengan tatapan galak, teguran, hingga bentakan Haji Salim.
Haji Salim merupakan orang yang ditokohkan di desa. Dia belum haji. Dia ke Makkah untuk umrah. Namun, warga menyamaratakan haji dengan umrah. Haji Salim sendiri yang berharap dipanggil haji. Di beberapa surat undangan pengajian dia adalah ketua dewan kemakmuran mushala, DKM. Ia meminta sekretaris menambahkan huruf H di depan namanya.
Margo sudah sampai di halaman mushala. Selesai melepas alas kaki, dia berlari masuk. Di belakangnya, Yanto menyusul dengan hati berkecamuk. Was-was. Dilihatnya Haji Salim bersila di dekat mimbar. Kelihatannya sedang khusyuk berzikir. Anak-anak sudah ramai. Mengobrol apa saja. Ada yang pukul-pukulan sarung dan lempar-lemparan peci. Jamaah dewasa hanya sedikit. Tiga orang saja.
Lantas jamaah dewasa itu semakin banyak berdatangan, seiring dengan keriuhan anak-anak. Yanto hatinya makin tak keruan. Akhirnya, apa yang dikhawatirkan terjadi juga. Haji Salim buka suara. Membentak anak-anak itu.
"Kalian ke mushala mau shalat apa mau ribut? Kalau mau ribut, di rumah sana!
Ramai suara anak-anak langsung senyap. Hening. Sepenuhnya takut dengan bentakan Haji Salim. Meskipun begitu, keadaan tidak berlangsung lama. Sebentar saja, anak-anak kembali saling berbisik. Lantas, suara-suara meninggi lagi. Hanya beberapa saja yang tetap duduk bersila.
Margo dan Ayik temannya juga bercanda. Saling melempar peci satu sama lain. Lalu, mereka kejar-kejaran. Melewati shaf paling belakang. Hampir menabrak jamaah lainnya.
"Margo! Ayik! Diam. Duduk sana!" seru Haji Salim marah.