Di jurang ara kutanam masa lalu dan batang-batang kenangan bersama padi-padi hamil milyaran harapan surga kehidupan yang kian kuning sekuning kulit lengan pinangan.
Dan di sanalah pertama kali kurasakan kasih-sayang ladang-sawah adalah sumber mata air kehidupan bermula dan berbiak, yang membuat mamak dan emakku bertahan tersenyum dan berduka merasakan kaki-kaki hidup timpang berjalan.
Namun, mereka tetap gembira walau lebih sering hati menyala kesedihan setelah padi-padi berbuah air mata. Sebab bagiku dan mereka, kemelaratan dan kesedihan kampung adalah asal-usul sejarah bersimbah bahagia.
Maka, hari ini di kota kata-kata. Kukenang segala babad kampung jurang ara dalam puisi dan ingatan. Sebagai rasa takzimku pada tanah kelahiran.
Sebab, bila kuhapus sejarah kenangan kampung jurang ara dalam ensiklopedia ingatanku. Sama saja dengan mengencingi Tuhan dan nenek-moyang dengan pesing air kemunafikan.
-- Jurang Ara, 2018