REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono menyatakan permintaan terhadap rumah subsidi yang disalurkan melalui mekanisme KPR Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) terus bertambah. Masih tingginya permintaan terjadi di tengah kenaikan harga jual rumah subsidi.
"Memang dari penetapan harga jual rumah subsidi terdapat kenaikan kira-kira Rp10 juta, namun harga rumah bersubsidi naik terakhir lima tahun lalu, sehingga ini penyesuaian," kata Menteri PUPR Basuki Hadimuljono dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Jumat (12/7).
Meski terjadi kenaikan, Basuki mengatakan BTN, REI dan Apersi telah meminta tambahan anggaran FLPP yang disediakan Kementerian Keuangan. "Berarti permintaan untuk rumah subsidi bertambah, artinya positif," kata Basuki.
Berdasarkan data Kementerian PUPR, hingga 11 Juli 2019, pemerintah melalui telah menyalurkan dana FLPP bagi sebanyak 47.077 unit dari target 68.858 unit dengan anggaran yang disediakan Rp 4,52 triliun. Menurut Basuki Hadimuljono, batas harga jual rumah subsidi yang telah ditetapkan tidak mempengaruhi permintaan akan rumah subsidi dari masyarakat maupun pengembang perumahan, bahkan permintaan pembangunan rumah subsidi melalui program tersebut dinilai terus bertambah.
Penetapan harga rumah subsidi menyesuaikan dengan kondisi terkini pada setiap wilayah. Penyesuaian itu di antaranya faktor harga tanah, kenaikan harga bahan bangunan, termasuk juga faktor upah pekerja.
Kepmen PUPR tersebut dalam rangka mendukung Program Satu Juta Rumah yang telah dicanangkan Presiden Joko Widodo di Ungaran, Semarang pada 29 April 2015. Melalui program ini diharapkan dapat memperkecil backlog penghunian perumahan di Indonesia yang pada tahun 2015 mencapai 7,6 juta unit menjadi 5,4 juta unit pada tahun 2019.
Hingga 1 Juli 2019 telah dibangun sebanyak 601.205 unit rumah dalam Program Satu Juta Rumah. Jumlah tersebut terbagi dalam 456.974 unit rumah MBR dan 144.231 unit rumah non-MBR.