REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Febri Diansyah mengatakan tim KPK mencermati sejumlah penggunaan kata sandi sebelum proses tangkap tangan terhadap Gubernur Kepulauan Riau, Nurdin Basirun, Rabu (10/7) kemarin. Penyidik KPK menduga kata sandi tersebut sebagai kamuflase untuk menutupi transaksi yang dilakukan.
"Tim mendengar penggunaan kata 'ikan' sebelum rencana dilakukan penyerahan uang. Disebut jenis Ikan Tohok dan rencana 'penukaran ikan' dalam komunikasi tersebut. Selain itu terkadang digunakan kata 'daun'," kata Febri dalam pesan singkatnya, Jumat (12/7).
Saat KPK melakukan tangkap tangan awal di pelabuhan, kata Febri, pihak yang diamankan saat itu sempat berdalih tidak ada uang yang diterima, tetapi kepiting. Febri menegaskan, KPK telah berulang kali memecahkan sandi-sandi seperti ini.
"Hal ini juga sangat terbantu dengan Informasi yang kami terima dari masyarakat. KPK mengapresiasi Informasi dari masyarakat yang valid sehingga dapat ditindaklanjuti," ujar Febri.
Diketahui, KPK baru saja menetapkan Gubernur Kepulauan Riau, Nurdin Basirun sebagai tersangka dugaan suap terkait izin prinsip dan lokasi pemanfaatan laut, proyek reklamasi di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil Kepulauan Riau Tahun 2018-2019 dan gratifikasi yang berhubungan dengan jabatan. Politikus Partai Nasional Demokrat tersebut merupakan Kepala Daerah ke-107 yang ditanganani oleh KPK.
Nurdin diduga menerima sebesar 11.000 dollar Singapura dan Rp 45 juta dari seorang pihak swasta Abu Bakar. Nurdin ditetapkan menjadi tersangka penerima suap bersama Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Kepri, Edy Sofyan, serta Kepala Bidang Perikanan Tangkap Kepri Budi Hartono dan pihak swasta Abu Bakar selaku pemberi suap.
Atas perbuatannya, Nurdin disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 dan Pasal 12B UU Pemberantasan Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Sedangkan Edy dan Budi hanya disangkakan Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 UU Pemberantasan Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Sebagai pihak diduga pemberi, ABK dikenakan Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 13 UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.