REPUBLIKA.CO.ID, BEKASI -- Pemerintah Kota (Pemkot) Bekasi segera menerapkan aturan baru untuk izin dan tarif retribusi pajak reklame. Hal ini dilakukan untuk menekan jumlah reklame ilegal yang bertebaran di setiap penjuru kota.
Pengusaha reklame ilegal akan dikenakan denda setara biaya setahun pajak atau pidana kurungan. "Selama ini kan banyak yang pasang reklame tidak pakai izin, tapi sangsinya sangat lemah. Itu akan kita buat lebih tegas sangsinya dalam Peraturan Wali Kota (Perwal) terbaru," kata Kepala Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air (DBMSDA) Kota Bekasi, Arief Maulana, Jumat (12/7).
DBMSDA mencatat, pada 2019 ini terdapat 12.000 unit reklame yang ada di Kota Patriot. Namun, sebanyak 2.000 unit merupakan reklame ilegal atau tanpa izin.
Akibatnya, Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Bekasi mengalami kebocoran sekitar 15 persen hingga 20 persen dari target PAD sektor reklame sebesar Rp 91 miliar pada 2019. Artinya, reklame ilegal itu tidak memberikan pemasukan bagi pemkot sekitar Rp 13,65 miliar hingga Rp 18,2 miliar.
Hal itu terbukti dengan masih minimnya PAD dari sektor reklmae hingga memasuki triwulan ketiga 2019. Tercatat, pemasukan sekotor reklame baru sebesar Rp 21 miliar. Untuk mnegejar target itulah, DBMSDA segera menerapkan perwal baru yang lebih tegas terhadap reklame ilegal.
Arief mengatakan, perwal tahun 2012 yang dipakai saat ini sudah tidak manjur lagi untuk menertipkan para pemilik ataupun penhusaha yanh memasang reklame ilegal. Karena hanya bisa memberika sangsi berupa pembongkaran atau langsug membayar biaya retribusi pajaknya.
"Kalau perwal baru, apabila ditemukan reklame tanpa izin maka akan dikenakan denda mulai dari bulan Januari hingga Desember. Walaupun reklame itu baru dipajang selama dua bulan," ujar Arief.
Arief mengatakan biaya yang dikeluarkan pemilik ilegak tidak hanya itu, tetapi harus membayar biaya retribusi pajak reklame untuk beberapa bulan kedelapan selama reklame itu akan dipajang. Arief mencontohkan, jika ditemui adanya reklame ilegal pada bulan Juli maka pemliknya harus membayar pajar retribusi selama setahun penuh untuk denda.
Besaran dendanya sama dengan besaran pajak yang telah ditetapkan untuk setiap reklame yang akan dikalikan dengan ukuranya. Itu baru denda saja.
Setelah itu, pemiliknya juga harus membayar biaya retribusi pajak untuk bulan Juli hingga batas akhir reklame akan dipajang. "Kenapa seperti itu perwalnya, supaya pemilik rekalme ilegal jera. Selain itu untuk menunjukkan bahwa pemerintah tidak ada permainan dengan para pengusaha," ujar Arief.
Arief melanjutkan, jika pemilik reklame ilegal tersebut tak membayar denda yang sudah ditetapkan maka pemiliknya akan dikenakan sanksi kurungan. "Untuk berapa lamanya sangsi itu masih dibahas," ucapnya.
Selain sanksi, kata Arief, dalam perwal baru itu juga akan mengatur skema perhitungan biaya retribusi pajak reklame. Biaya retribusi pajak ajak akan dihitung berdasarkan besar ukuran reklame dan juga durasi tayangnya.
"Misalkan kita patok sehari itu 18 jam, maka jumlah jam itu akan dikalikan lebar dan besaran tarifnya," kata dia.
Anggota DPRD Kota Bekasi, M Kurniawan, menilai, penerapan denda dalam rancangan perwal itu adalah upaya yang tepat diambil oleh pemerintah. "Itu adalah sebuah langkah progresif. Pelanggar itu harus ditindak tegas karena selama ini sudah membuat PAD kita bocor," kata Kurniawan.