Jumat 12 Jul 2019 22:55 WIB

Kemenko Maritim Usul Garam Jadi Barang Kebutuhan Pokok

Dengan menjadi kebutuhan pokok, garam memiliki ketetapan harga jual.

Petambak memanen garam di desa Tanjakan, Krangkeng, Indramayu, Jawa Barat, Rabu (10/7/2019).
Foto: Antara/Dedhez Anggara
Petambak memanen garam di desa Tanjakan, Krangkeng, Indramayu, Jawa Barat, Rabu (10/7/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Koordinator (Kemenko) bidang Kemaritiman mengusulkan agar garam masuk kembali menjadi salah satu kebutuhan pokok dan barang penting. Tujuannya, agar memiliki ketetapan harga jual atau Harga Pokok Penjualan (HPP) sehingga tidak merugikan petambak tradisional.

Garam dikeluarkan sebagai salah satu kebutuhan pokok dan barang penting dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 71 Tahun 2015 tentang Penetapan dan Penyimpanan Harga Kebutuhan Pokok dan Barang Penting. Padahal, dengan dikeluarkannya garam sebagai kebutuhan pokok, pemerintah jadi tidak bisa menetapkan HPP garam.

"Tadinya garam itu masuk barang kebutuhan pokok dan barang penting, tapi kemudian Perpres diubah dan garam dikeluarkan dari Perpres yang baru (Perpres 71/2015)," kata Deputi II Bidang Koordinasi Sumber Daya Alam dan Jasa Kemenko Maritim Agung Kuswandono di Jakarta, Jumat (12/7).

Menurut dia, alasan dikeluarkannnya garam dari kategori kebutuhan pokok dan barang penting karena konsumsi per kapitanya yang hanya 3,5 kilogram per tahun dan tidak mempengaruhi inflasi. Namun, pengeluaran garam dari Perpres tersebut dinilai tidak berpihak pada kelangsungan 400 industri yang bergantung pada garam serta kondisi petambak garam.

"Secara sosial ekonomi, kami menganggap garam ini penting dan masuk barang kebutuhan pokok. Maka Kemenko Maritim mengusulkan agar garam bisa masuk kebutuhan pokok dan barang penting," kata Agung Kuswandono.

Pihaknya akan duduk bersama para pemangku kepentingan, termasuk pemerintah terkait untuk merealisasikan usulan tersebut. Kementerian Perdagangan (Kemendag) serta Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) hingga Kemenko Perekonomian juga akan dilibatkan atas usulan tersebut.

Ia menambahkan, penentuan HPP garam nantinya harus diikuti oleh peningkatan mutu. Pasalnya, kualitas garam saat ini masih rendah sehingga harga jual dan serapannya pun rendah.

"Kami ingin garam yang masuk dalam kebutuhan pokok adalah garam dengan kualitas K1. Kalau masuk ke Perpres (nantinya) dipatok, misalnya Rp 1.000 per kilogram. Tapi ini masih usulan setingkat deputi, dan akan kita rapatkan lagi," kata Agung Kuswandono.

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement