REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Mochamad Afifuddin, mengatakan alasan banyaknya sengketa hasil pileg ke MK. Menurutnya sebagian sengketa perselisihan hasil pemilu (PHPU) legislatif disebabkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) tidak menjalankan rekomendasi dari pihaknya.
Hal ini terungkap dalam proses persidangan perdana PHPU legislatif di Mahkamah Konstitusi (MK). "Sebagian permohonan (PHPU legislatif) diajukan berdasarkan pokok perkara beberapa hasil rekomendasi Bawaslu di setiap tingkatan yang tidak ditindaklanjuti KPU," ujar Afif di Gedung MK, Jumat (12/7).
Menurut Afif, hal tersebut akan menjadi pokok-pokok yang harus dijelaskan Bawaslu dan Bawaslu Provinsi. Kedua belah pihak akan banyak dimintai keterangan oleh majelis hakim MK terkait hal ini. "Nah itu (rekomendasi Bawaslu yang tidak ditindaklanjuti) sepertinya akan menjadi titik persoalan," ungkapnya.
Selain itu, ada pula beberapa perubahan permohonan yang membuat Bawaslu provinsi harus memperhatikan betul setiap detailnya. "Seperti misalnya permohonan TPS-nya (awalnya) tidak jelas, lalu sekarang jelas. Itu harus menyiapkan keterangan lebih detail," katanya.
Dia menyatakan data yang dipersiapkan harus rinci. Apabila terjadi perubahan permohonan yang dikabulkan MK, Bawaslu tingkat provinsi harus siap membuat keterangan susulan.
Sebagaimana diketahui, MK menggelar sidang pendahuluan sejak 9 Juli hingga 12 Juli 2019. Kemudian, dilanjutkan sidang pemeriksaan atau sidang pembuktian pada 15 Juli hingga 30 Juli 2019. Penyampaian putusan akan dilakukan pada 6 Agustus sampai 9 Agustus 2019.
MK telah meregistrasi 260 sengketa PHPU Pileg. Sengketa PHPU terdiri dari 250 perkara PHPU DPR RI/DPRD dan 10 perkara PHPU DPD RI. Dari 250 perkara PHPU Pileg DPR RI/DPRD, terdapat 249 perkara yang diajukan oleh partai politik dan satu perkara diajukan masyarakat adat Papua.