Ahad 14 Jul 2019 01:50 WIB

Aksi Penari dari 10 Negara Pukau Penonton di Yogyakarta

Tarian kolaborasi durasi 20 menit sebagai penutup ini disiapkan satu hari saja.

Rep: Ali Mansur/ Red: Endro Yuwanto
Para penari dari 10 negara ASEAN menyuguhkan tarian dalam ASEAN Contemporary Dance Festival (ACDF) yang digelar di Auditorium Kampus Sanata Dharma, Yogyakarta, Sabtu (13/7) malam.
Foto: Dok Kemendikbud.
Para penari dari 10 negara ASEAN menyuguhkan tarian dalam ASEAN Contemporary Dance Festival (ACDF) yang digelar di Auditorium Kampus Sanata Dharma, Yogyakarta, Sabtu (13/7) malam.

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Sejumlah penari profesional dari 10 negara ASEAN menampilkan beberapa tarian kontemporer yang diadaptasi dari tarian tradisional masing-masing negara. Pertunjukan itu dirangkum dalam acara ASEAN Contemporary Dance Festival (ACDF) yang digelar di Auditorium Kampus Sanata Dharma, Yogyakarta, Sabtu (13/7) malam.

Masing-masing delegasi menampilkan tariannya. Indonesia selaku tuan rumah menyuguhkan tarian ragam raga dengan menggunakan topeng. Tarian ini menggambarkan karakter putri, putra halus, dan putra gagah.

Sedangkan topeng bisa dibilang salah satu identitas Indonesia, apalagi bangsa ini memiliki banyak jenis topeng. Setiap penampilan dari masing-masing delegasi selesai, para penonton selalu memberikan sambutan yang sangat meriah.

Direktur Warisan dan Diplomasi Budaya, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI, Nadjamuddin Ramly mengatakan bahwa ACDF adalah semangat ASEAN dengan slogan satu untuk semua, semua untuk satu. "Seluruh negara ASEAN ini sudah satu jiwa di bidang kebudayaan. Ikatan kebatinan kami dengan negara-negara ASEAN sudah sangat kuat," kata Nadjamuddin di Auditorium Universitas Sanata Dharma.

Sementara, delegasi Kamboja, meski hanya dibawakan satu penari, tapi tidak kalah menariknya dengan peserta lain. Tarian yang disuguhkan delegasi Kamboja berjudul Garuda. Penari asal Kamboja itu melenggak-lenggok menirukan burung garuda yang independen.

Sebagai penutup, seluruh delegasi tampil secara bersamaan dengan menampilkan tarian kolaborasi yang mengagumkan. Mereka membentuk lingkaran dan di tengahnya seorang perempuan tua yang dianggap sebagai "mother earth". Sebelum mengakhiri, salah satu penari membawa bendera ASEAN dengan berdiri di pundak penari lainnya. Formasi tarian tersebut mencoba menggambarkan kebersamaan serta solidaritas negara-negara ASEAN atau Asia Tenggara.

Uniknya, tarian kolaborasi berdurasi 20 menit ini hanya memiliki waktu satu hari saja untuk memadukan gerakan. Namun, sepertinya waktu yang sangat singkat tidak menjadi kendali bagi penari yang memiliki latar belakang berbeda. Terbukti, penampilan mereka mampu membuat decak kagum penonton.

Menurut koregrafer tari kolaborasi ACDF Santi Dwisaputri, dalam tarian kolaborasi memiliki beberapa bagian. Kemudian setiap bagian memiliki kisah dari masing-masing negara ASEAN yang dipadukan menjadi sebuah tarian yang mempunyai pesan. Meski demikian, tarian kolaborasi tersebut tetap tidak meninggalkan gerakan unsur-unsur tradisinya.

"Di sini sebagai jawaban kami menyikapi arus moderen itu. ASEAN punya cara sendiri, yang membedakan dengan negara Barat. Kita punya tata krama, kesopanan, ASEAN masih punya tradisi,” tutur Santi.

ASEAN Contemporary Dance Festival merupakan acara yang diselenggarakan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan bersama Sekretariat ASEAN. Melalui festival ini, seluruh peserta dari Brunei Darussalam, Kamboja, Indonesia, Laos, Malaysia, Myanmar, Filipina, Singapura, Thailand, dan Vietnam dapat saling bertukar pengalaman untuk pengembangan tari kontemporer di negaranya masing-masing.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement