REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kabinet baru pemerintahan Jokowi-KH Ma'ruf Amin periode 2019-2024 memang belum terbentuk. Tapi sejumlah partai koalisi yang tergabung dalam Tim Kampanye Nasional (TKN) sudah saling sindir soal jatah kursi menteri. Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dan Partai Nasional Demokrat (Nasdem) menyatakan sudah menyiapkan sejumlah kader partainya untuk menduduki posisi pembantu presiden.
Ketua DPP PKB Abdul Kadir Karding mendukung presiden terpilih Joko Widodo segera mengumumkan susunan menteri kabinetnya yang baru. Dengan demikian, kata dia, para menteri baru bisa langsung melakukan konsolidasi.
"Ya, saya kira rencana Pak Jokowi ada baiknya diumumkan lebih awal karena yang bersangkutan (setelah) diumumkan itu memiliki cukup waktu untuk melakukan konsolidasi sehingga nanti saat pe lantikan dia tinggal bekerja," ujarnya kepada Republika, Sabtu (13/7).
Selain itu, menurut Karding, ada kemungkinan Jokowi ingin melihat respons masyarakat terhadap susunan menteri yang baru nanti. "Mungkin juga Pak Jokowi ingin melakukan uji atau testing the water, sejauh mana yang dipilih ini mendapatkan elektabilitas di tingkat masyarakat dan menurut saya sangat baik," katanya.
Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional Jokowi-Ma’ruf, Abdul Kadir Karding
Saat ditanyakan tentang pengajuan 10 nama menteri dari PKB, Karding menyatakan, sangat memaklumi bahwa tidak mungkin seluruh nama tersebut akan masuk sepenuhnya. Menurut dia, 10 nama yang diajukan tersebut hanya untuk meyakinkan Jokowi bahwa PKB punya kader-kader yang mumpuni dan siap memimpin lembaga.
"Sepuluh nama itu sebenarnya untuk menyampaikan pada Pak Jokowi bahwa di PKB ini banyak stok kader yang siap memimpin lembaga dan membantu Pak Jokowi," kata Karding.
Sebelumnya, Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar menyatakan, PKB meminta jatah sekitar 10 posisi menteri. Tak hanya itu, PKB juga meminta jatah bagi NU yang telah turut berusaha memenangkan Jokowi sebagai presiden.
Di sisi lain, Partai Nasional Demokrat (Nasdem) menyoroti sikap pimpinan partai politik (parpol) yang meminta-minta jatah menteri dalam kabinet Joko Widodo-Ma'ruf Amin. Politikus Partai Nasdem, Zulfan Lindan Zulfan, menyebut sulitnya membangun kedewasaan politik para pimpinan parpol pascapemilu. Menurut dia, kedewasaan antara para elite politik dan pimpinan parpol masih menjadi barang 'mewah'.
"Yang ada sekarang kan kekanak- kanakan di dalam dunia politik kita, yaitu dari tiba-tiba masuk, ada ketua umum melompat minta sekian jatah berapa menteri. Ini sebenarnya lebih cocok kalau dia itu masih ketua senat mahasiswa," kata Zulfan dalam sebuah diskusi yang digelar di Gado-Gado Boplo, Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (13/7).
Seharusnya, kata Zulfan, para pimpinan parpol memercayakan Joko Widodo selaku presiden terpilih dan pimpinan koalisi untuk memilih formasi menterinya. Jokowi dinilainya memiliki kapabilitas dan independensi memilih menteri tanpa terpengaruh desakan permintaan jatah ketua parpol.
Zulfan menilai, di kalangan pemimpin parpol memang kerap terjadi kekhawatiran bila kader bahkan dirinya sendiri tak mendapat kursi menteri. Namun, kata dia, pemikiran seperti itu harusnya dihilangkan.
"Jangan sampai karena kita enggak dapat kursi, kita marah. Kalau kita dapat, kita senang. Ini bahaya. Partai politik itu seharusnya mampu membangun semangat kebersamaan," kata Zulfan.
Di tempat terpisah, Wakil Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) Bara Hasibuan meyakini partainya akan merapat ke koalisi Joko Widodo- Ma'ruf Amin. Menurut Bara, sebagian besar kader PAN memilih untuk merapat ke kubu pemerintah.
Bara mengklaim, sebagian besar pengurus provinsi sudah dipanggil untuk berdialog berdiskusi dengan ketua umum dalam rangka menentukan langkah PAN selanjutnya. Para pengurus provinsi wilayah, menurut dia, mendukung apa pun langkah yang akan diambil oleh ketua umum.
"Bahkan, kalau memang nantinya kita memutuskan untuk bergabung dengan pemerintahan Pak Jokowi mereka juga mendukung," kata Bara saat dikonfirmasi.
Bara Hasibuan
Bara meyakini, dengan hasil pertemuan dengan pengurus wilayah, PAN lebih condong untuk merapat ke koalisi Jokowi. Menurut Bara, bergabungnya PAN ke kubu Jokowi bukan spekulasi ataupun asumsi. Namun, ia mengklaim berdasarkan data yang ia peroleh.
"Kenyataan bahwa memang waktu mereka berdiskusi dengan ketua umum mereka menyatakan kesetu juannya atau setidaknya mereka tidak menolak ide untuk bergabung pemerintahan Jokowi," kata Bara.