Ahad 14 Jul 2019 14:58 WIB

Seorang Pria Tewas Setelah Serang Pusat Penahanan Migran AS

Willem Van Spronsen menyerang Pusat Penahanan Migran Tacoma Northwest

Rep: Puti Almas/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Petugas Patroli Bea Cukai dan Perbatasan menjaga pintu masuk pos Patroli Perbatasan di Clint, Texas, 26 Juni 2019. Fasilitas tersebut menjadi pusat penahanan anak migran di New Mexico dan West Texas sejak 2014.
Foto: AP Photo/Cedar Attanasio
Petugas Patroli Bea Cukai dan Perbatasan menjaga pintu masuk pos Patroli Perbatasan di Clint, Texas, 26 Juni 2019. Fasilitas tersebut menjadi pusat penahanan anak migran di New Mexico dan West Texas sejak 2014.

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Seorang pria dilaporkan melemparkan alat pembakar ke pusat penahanan migran di Tacoma, negara bagian Ibu Kota Washington, Amerika Serikat (AS) pada Sabtu (13/7) pagi. Ia kemudian ditemukan tewas, setelah empat petugas polisi tiba dan melepaskan tembakan terhadapnya. 

Pria tersebut diidentifkasi sebagai Willem Van Spronsen. Ia melakukan penembakan sekitar enam jam setelah demonstrasi damai digelar di depan piusat penahanan tersebut. 

Baca Juga

Pusat penahanan Tacoma Northwest merupakan sebuah fasilitas tahanan dari Departemen Keamanan Dalam Negeri AS. Fungsi utama tahanan itu adalah menahan para migran yang sedang menunggu proses deportasi. 

Kepolisian Tacoma mengatakan Van Spronsen membuat sebuah kendaraan terbakar. Bahkan, pria berusia 69 tahun itu juga berusaha menyalakan tank propana besar dan membakar bangunan. 

Selain senapan, Van spronsen diketahui membawa beberapa benda pemicu api lainnya. Polisi kemudian dikerahkan sekitar pukul 04.00 waktu setempat untuk mengamankan tindakan pria itu. 

Menurut polisi, Van Spronsen ditembak mati di tempat kejadian. Pihak berwenang mengatakan para penyelidik sedang melakukan pemeriksaan lebih lanjut atas insiden ini, termasuk motif pelaku. 

Dalam sebuah laporan, Van Spronsen disebut pernah menyerang seorang perwira polisi dalam aksi protes di depan pusat penahanan Tacoma pada 26 Juni 2018. Menurut dokumen pengadilan, ia menyerang petugas yang sedang berusaha menahan peserta demonstrasi tersebut. 

Van Spronsen mengaku bersalah atas tuduhan menghalangi polisi. Ia kemudian menjalani proses hukuman pada Oktober 2018. 

Dalam sebuah pernyataan, GEO Group yang mengelola pusat penahanan Tacoma mengatakan bahwa telah ada tuduhan tak berdasar tentang bagaimana tahanan diperlakukan di sana. Pihaknya menepis dugaan bahwa hal itu membuat aksi protes yang berujung kekerasan kerap terjadi. 

“Kekerasan dalam bentuk apa pun terhadap karyawan dan properti kami tak akan dapat ditoleransi, kami berterima kasih atas tindakan yang cepat dan berani oleh Departemen Kepolisian Tacoma untuk mencegah nyawa dari mereka yang tidak bersalah terancam,” jelas pernyataan GEO Group. 

Pada 2018, seorang hakim federal memutuskan bahwa negara bagian Washington dapat mengajukan gugatan hukum guna memaksa GEO Group membayar upah minimum untuk pekerjaan yang dilakukan oleh tahanan di pusat penahanan Tacoma. Pada November tahun itu, seorang pencari suaka asal Rusia yang melakukan mogok makan sebagai protes kondisi di pusat penahanan meninggal karena bunuh diri. 

Ia yang diketahui bernama Mergensana Amar (40) sempat menjalani perawatan dalam kondisi kritis. Hingga kemudian, alat bantu medis untuk membuatnya dalam keadaan hidup diputuskan untuk dicabut tepatnya pada 15 November 2018.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement