REPUBLIKA.CO.ID, KUWAIT CITY – Angkatan laut dan otoritas pelabuhan Kuwait akan menyiapkan rencana keamanan untuk melindungi pelabuhan-pelabuhan eksportir utama OPEC (Organisasi Negara-Negara Pengekspor Minyak Bumi). Hal itu menyusul meningkatnya ketegangan di sekitar Selat Hormuz.
Manajer Otoritas Pelabuhan Kuwait Sheikh Yousef Abdullah al-Nasser, pada Sabtu (13/7), mengatakan upaya bersama diperlukan untuk menjaga pelabuhan negara Teluk kecil. Persiapan komprehensif perlu dilakukan untuk menghadapi potensi keadaan darurat.
Namun belum diungkap bagaimana skema keamanan tersebut. Ia hanya menyinggung tentang perlunya pelatihan dan pertukaran pengalaman.
Ketegangan di Selat Hormuz mulai terjadi ketika empat kapal tanker diserang di dekat pelabuhan Fujairah pada 12 Mei lalu. Dua kapal di antaranya teridentifikasi bernama Amjad dan Al Marzoqah asal Arab Saudi. Sementara dua kapal lainnya adalah Andrea Victory milik perusahaan Norwegia Thome Ship Management dan A.Michel yang berbendera Uni Emirat Arab (UEA).
Saat aktor di balik serangan itu belum terungkap, bulan lalu, kapal tanker Jepang dan Norwegia kembali menjadi target penyerangan di Teluk Oman. Kapal tersebut diketahui bernama Kokuka Courageous dan Front Altair.
Kapal Kokuka Courageous sempat terbakar akibat ledakan. Namun seluruh awaknya selamat dan tak mengalami luka serius. AS menuding Iran terlibat dalam serangkaian serangan terhadap kapal-kapal tersebut. Namun Teheran telah dengan tegas membantah tuduhan itu.
Pada Kamis lalu, Tiga kapal milik Garda Revolusi Iran dilaporkan berupaya mencegat kapal tanker Inggris di Selat Hormuz. Kapal tanker yang menjadi target bernama British Heritage. Ia dioperasikan BP, perusahaan minyak multinasional Inggris yang bermarkas di London.
Saat melintasi Selat Hormuz pada Kamis pagi, British Heritage didekati tiga kapal Iran yang diduga hendak mencegat dan menahan kapal tersebut. Namun ketiga kapal itu segera berbalik saat kapal angkatan laut Inggris HMS Montrose menghampiri British Heritage.
HMS Montrose saat ini memang sedang melaksanakan misi tiga tahun di fasilitas pendukung angkatan laut Inggris di Bahrain, yakni pusat operasi mereka di sebelah timur Terusan Suez.
"HMS Montrose terpaksa memposisikan dirinya di antara kapal-kapal Iran dan British Heritage dan mengeluarkan pernyataan lisan kepada kapal-kapal Iran yang kemudian berbalik," kata sebuah pernyataan yang dirilis Pemerintah Inggris.
Inggris menyayangkan adanya aksi tersebut. "Kami prihatin dengan tindakan ini dan terus mendesak Pemerintah Iran untuk melakukan deeskalasi di kawasan itu," ucapnya.
Upaya pencegatan British Heritage diduga merupakan aksi balasan yang hendak dilakukan Iran. Sebab kapal tanker miliknya, yakni Grace 1, telah ditahan Marinir Kerajaan Inggris saat melintasi Selat Gibraltar pekan lalu.
Grace 1 ditahan karena diduga berupaya mengirim pasokan minyak ke Suriah yang tengah disanksi Uni Eropa. Namun Iran membantah klaim tersebut. Teheran menyatakan tujuan akhir Grace 1 bukanlah Suriah. Ia juga menyebut apa yang dilakukan marinir Inggris merupakan sebuah aksi pembajakan.