REPUBLIKA.CO.ID, SAMARINDA -- Potensi produk Usaha Kecil dan Menengah (UKM) di Samarinda, Kalimantan Timur cukup menjanjikan, salah satunya sarung tenun. Namun terdapat beberapa faktor yang berpotensi menghambat perkembangan produk sarung tenun ini. Salah satunya adalah produktivitas dan juga regenerasi penenun yang jumlahnya semakin sedikit.
Ketua Bidang Manajemen Usaha Dewan Kerajinan Nasional (Dekranas), Bintang Puspayoga, mengaku berkomitmen untuk terus mendampingi para perajin di berbagai wilayah yang mengalami kesulitan sejak pra produksi hingga pemasaran, terutama di Samarinda. Menurutnya, untuk menggenjot daya saing produk UKM perlu ada peremajaan peralatan tenun dengan berbasis teknologi dengan tanpa meninggalkan ciri khas budayanya.
Selain itu perlu ada upaya serius dari semua pihak termasuk pemerintah daerah untuk memberikan pendampingan hingga pelatihan peningkatan SDM para perajin tenun di Samarinda. "Apa yang bisa kita bantu mari kita bantu dan kerjakan bersama. Semuanya harus disesuaikan dengan keinginan pasar dan daerah, mudah-mudahan dengan potensi di sini kita bisa jalin kerjasama dari Kementerian Koperasi dan UKM, dari Dekranas dan lainnya untuk majukan UKM di Samarinda," ujar Bintang saat melakukan kunjungan kerjanya, Ahad (14/7).
Dikatakannya, apabila penenun hanya memanfaatkan peralatan-peralatan tradisional tanpa mau beralih dengan peralatan tenun modern, maka akan kalah saing. Terlebih disaat permintaan pasar yang tinggi, produktivitas peralatan tradisional cenderung kurang efisien karena waktu produksi akan jauh lebih lama.
Meski begitu, Bintang Puspayoga juga tidak ingin alat-alat tenun tradisional "dimuseumkan" semua. Oleh sebab itu perlu ada kolaborasi pengguaan alat produksi. Selain itu perlu ada pengembangan motif atau corak dari setiap produk yang disesuaikan dengan perkembangan zaman dan permintaan pasar. Sementara untuk menyelesaikan persoalan regenerasi, dianjurkan agar perajin terus berupaya melakukan inovasi agar generasi muda tertarik untuk menjadi penenun.
"Mempertahankan Gedogan (alat tenun tradisional) ini emang setuju, tapi inovasi untuk sesuaikan pasar harus kita lihat. Kementerian Koperasi dan UKM harus bersinergi dengan instansi terkait atau dengan perusahaan swasta di daerah untuk bergandengan tangan menyelesaikannya," ucap dia.
Senada dengan Bintang Puspayoga, Deputi Bidang Produksi dan Pemasaran Kementerian Koperasi dan UKM, Victoria br Simanungkalit, menyatakan bahwa kombinasi peralatan produksi diperlukan di era revolusi industri 4.0 seperti saat ini. Untuk penggunaan alat tenun tradisional, produknya lebih tepat untuk segmen kelas menengah ke atas.
Sementara untuk penggunaan mesin tenun modern diarahkan untuk menyasar pasar menengah-umum. Dengan cara tersebut, warisan budaya yang sarat dengan nilai-nilai luhur tidak akan hilang. Di saat yang sama kebutuhan produk tenun untuk skala industri tetap terpenuhi.
Lebih lanjut, untuk menjamin produk-produk sarung tenun Samarinda go global, Victoria menyatakan sudah menyiapkan berbagai program. Diantaranya fasilitasi pemberian sertifikat merek, sertifikat Hak Kekayaan Intelektual (HAKI) dan juga fasilitasi untuk mengikuti pameran skala domestik atau internasional.
"Kita siap melindungi produk mereka dengan hak merek, HAKI supaya di saat kita pasarkan ke dunia tidak dicuri orang. Lalu kita juga coba rebranding produk-produk mereka agar bagaimana mereka bisa berkomunikasi dengan masyarakat global atau nasional untuk memasarkan produknya," ungkap Victoria.
Terkait dengan permasalahan permodalan yang kerap dialami oleh pelaku UKM, Victoria komitmen untuk membantu mereka mendapat kemudahan akses kepada lembaga pembiayaan.
"Kalau memang mereka sudah punya potensial buyer atau ada order kita akan bantu akseskan ke perbankan juga, ke CSR (Corporate Social Responsibility) atau kemanapun juga sehingga benar-benar mereka bisa memanfaatkan peluang pasar yang sudah ada," kata dia.
Di tempat yang sama Ketua Umum Dekranasda Samarinda, Puji Setyowati Jaang, membenarkan bahwa mayoritas penenun di Kampung Samarinda masih menggunakan peralatan tradisional. Meski sudah pernah ada tawaran bantuan dari Swasta untuk peremajaan peralatan, namun demi menjaga kebudayaan untuk sementara waktu tawaran tersebut ditangguhkan.
"Kita ada penawaran dari PT Sampoerna Tbk, tapi kita tidak bisa lupa sejarah dan kebudayaan sehingga kita tetap pertahankan meski kedepan kita perlu untuk modifikasi teknologi agar tidak hand made semuanya. Ini diperlukan biar tercipta motif beragam dan klaster lebih beragam," ucap Puji.
Sementara itu terkait dengan upaya mendorong permintaan pasar lebih masih, pemerintah daerah kota Samarinda menerbitkan surat keputusan (SK) agar Aparatur Sipil Negara (ASN) wajib mengenakan pakaian khas dengan berbahan kain tenun lokal. "Untuk fashion keseharian, ada SK setiap Kamis karyawan-karyawati harus berbusana sarung Samarinda," kata dia.
Perajin tenun asal Samarinda, Hj. Fatimah (47 tahun) berharap agar pemerintah dan Dekranas untuk selalu memberikan pendampingan terhadap para penenun. Dukungan permodalan, pelatihan dan pemasaran mutlak diperlukan untuk mendorong daya saing produk sarung tenun Samarinda. Dikatakannya, saat ini pihaknya sudah cukup dipermudah dengan adanya teknologi untuk pemasaran produknya.
Terkait dengan proses produksinya, diakui Fatmawati bahwa penggunaan peralatan tradisional memang membutuhkan waktu lebih lama. Hal ini memang cukup membuat pihaknya kewalahan manakala sedang banyak order.