REPUBLIKA.CO.ID, KATHMANDU –- Banjir bandang dan tanah longsor yang terjadi di Nepal mengakibatkan 55 orang meninggal dunia dan puluhan orang dinyatakan hilang, Ahad (14/7). Jumlah korban meninggal meningkat dalam waktu tiga hari terakhir.
Pemerintah setempat mengatakan, sekitar 10 ribu orang telah mengungsi dari rumah mereka setelah hujan monsun yang tidak henti mengguyur sejumlah daerah di sebagian besar pegunungan Nepal sejak Kamis (11/7). Akibatnya, peristiwa itu menenggelamkan rumah, menghancurkan jembatan dan jalan yang ada.
“55 orang dipastikan meninggal dunia dan 33 orang lainnya cedera. Sementara 30 orang hilang,” kata Kementerian Dalam Negeri Nepal dalam sebuah pernyataan yang dikutip dari Reuters, Ahad (14/7).
Negara bagian Assam di timur laut India juga merasakan dampak dari banjir yang disebabkan oleh cuaca ekstrem tersebut. Setidaknya sebanyak 1,5 juta orang mengungsi dan 10 orang meninggal. Sementara di Chittagong, Bangladesh, ada 10 orang yang meninggal dan 500 ribu orang terlantar akibat 200 desa dilanda banjir.
“Bencana ini telah menyebabkan kerugian besar bagi pemerintah. Oleh karena itu, pemerintah akan segera melakukan penilaian,” ujar Juru Bicara Kabinet, Gokul Banskota di Nepal.
Banjir di Nepal. (EPA-EFE/NARENDRA SHRESTHA)
Di sisi lain, juru bicara Palang Merah Nepal, Dibya Raj Poudel menyebut, para pengungsi telah ditampung di berbagai gedung sekolah dan gedung publik lainnya. Sebab, banjir telah merendam rumah-rumah penduduk hingga setinggi dada orang dewasa. Para pejabat setempat pun mengimbau warga untuk tetap waspada.
Banjir tersebut disebabkan karena meluapnya air sungai. Salah satunya adalah Sungai Kosi yang mengalir ke negara bagian Bihar, India Timur. Seorang polisi Nepal, Ishwari Dahal menuturkan, 55 pintu air bendungan Kosi di perbatasan Nepal-India telah dibuka sejak tadi malam selama enam jam guna mengalirkan air sebesar 371 ribu kubik per detik.
Jumlah ini diklaim merupakan yang tertinggi dalam 15 tahun terakhir. “Permukaan airnya sudah turun sekarang,” ucap Dahal.