REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) Partai Amanat Nasional (PAN) Saleh Partaonan Daulay menganggap pertemuan antara tokoh sentral dalam pemilihan presiden 2019, Prabowo Subianto dan Joko Widodo (Jokowi), baik dilakukan dan patut diapresiasi. Namun, menurut dia, arah pertemuan tersebut juga perlu dicermati.
"Kalau nanti akhirnya bermuara pada pembagian kursi dan kekuasaan, belum tentu akan memuaskan semua pihak. Kalau murni tujuannya untuk mendamaikan dan mendinginkan, tentu sangat baik," kata Saleh kepada Republika, Ahad (14/7).
Ia pun berpandangan agar sebaiknya Prabowo mengajak terlebih dahulu tokoh-tokoh pendukungnya sebelum menggelar pertemuan itu. Dengan begitu, aspirasi dan keinginan mereka bisa disampaikan secara langsung ke Jokowi.
"Kalau tiba-tiba langsung bertemu, yang disampaikan kan belum tentu aspirasi pendukungnya. Bisa saja hanya aspirasi parsial dari Partai Gerindra. Kita tunggu saja apakah akan ada bagi kursi dan kekuasaan," ujarnya.
Terkait seruan Prabowo dan Jokowi yang meminta masyarakat untuk tidak lagi terpolarisasi, wakil ketua Komisi IX DPR tersebut menegaskan bahwa sejak awal perhelatan pilpres digelar, PAN selalu mengedepankan politik tanpa kegaduhan. Bahkan, imbuhnya, PAN sejak awal juga sudah mengimbau agar seluruh kader tidak menghina dan menghujat siapa pun.
"Bang Zulhas (Zulkifli Hasan), ketua umum PAN, kan sudah lama sekali mengampanyekan politik tanpa gaduh. Tentu itu sudah jalan di tingkat internal PAN, bahkan kader juga diminta untuk menyampaikan hal itu ke masyarakat luas," kata Saleh kepada Republika, Ahad (14/7).
Sedangkan, Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Mohamad Sohibul Iman mengatakan, pertemuan antara elite politik adalah sebuah kewajaran. "Bagi kami, itu pertemuan wajar antar-elite politik," ujar Sohibul Iman melalui pesan singkat, Ahad (14/7).
Sohibul menjelaskan, langkah yang diambil oleh elite politik tidak harus disikapi secara berlebihan. Sebab, kegaduhan akan muncul jika hal itu terus direspons. "Karena itu, tidak setiap langkah politik elite harus dikomentari. Entar bikin gaduh," ujarnya.
Terkait maksud pertemuan tersebut, Sohibul mengatakan, hanya Prabowo yang tahu secara pasti. Jika nantinya Partai Gerindra merapat ke koalisi, PKS juga akan menentukan sikap. Namun, Sohibul masih enggan menarik kesimpulan lebih awal.
Pihaknya akan membahas langkah PKS terkait langkah politik ke depan bersama dengan Majelis Syura (MS). "PKS tentu punya sikap politik sendiri yang akan ditentukan oleh MS. Sabar, politik substantif tidak harus grasa-grusu," kata dia.
Sebelumnya, Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional (TKN) Joko Widodo-Ma'ruf Amin, Abdul Kadir Karding, menyebut peluang Gerindra masuk ke dalam Koalisi Indonesia Kerja (KIK) semakin terbuka lebar selepas pertemuan Jokowi-Prabowo. "Dengan keadaan hari ini, saya kira peluang tersebut (bergabung dalam koalisi) akan semakin terbuka," kata Karding di Jakarta, Sabtu (13/7).
Pendamping Prabowo pada pilpres 2019, Sandiaga Uno, sebelumnya telah menegaskan akan berada di kubu oposisi sebagai lawan politik Joko Widodo-Ma'ruf Amin. Namun, dia mengatakan, sikap itu diambil berdasarkan keputusan pribadi tanpa melibatkan Gerindra atau Prabowo Subianto. "Itu sikap pribadi. Saya enggak bisa bicara atas nama Gerindra atau nama lain," kata Sandiaga Uno seusai menghadiri acara Young Penting Indonesia di Kemang, Jakarta Selatan, pada Sabtu.
Mantan wakil gubernur DKI Jakarta itu berpendapat, sistem demokrasi nasional memerlukan mekanisme check and balances. Meski demikian, Sandi mengaku akan tetap berkonsultasi dengan Prabowo yang merupakan ketua umum Gerindra. Bagaimanapun, kata Sandi, ia akan tetap mengajak kaum milenial berjuang membangun bangsa meski pilpres telah usai.
n Febrianto Adi Saputro, Rizkyan AdiYudha, nugroho habibi ed: fitriyan zamzami