REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Aria Bima angkat bicara terkait pernyataan Presiden terpilih Joko Widodo soal kemuliaan oposisi. Menurut Aria, oposisi menjadi fungsi check and balance dalam sebuah negara demokrasi.
"Oposisi itu adalah satu yang mulia karena oposisi juga berguna bagi pendukung 01 untuk mengawal janji-janjinya," kata Aria Bima di Jakarta, Senin (15/7).
Anggota DPR RI itu melanjutkan, pernyataan Jokowi dalam pidatonya itu juga bisa diartikan bahwa negara memang membutuhkan oposisi yang kritis. Ini menyusul adanya ke khawatiran ketiadaan oposisi usai pertemuan Jokowi-Prabowo beberapa waktu lalu.
Seperti diketahui, Presiden terpilih Joko Widodo dan calon presiden Prabowo Subianto telah melakukan pertemuan di stasiun MRT Lebak Bulus. Kedua lantas bersalaman dan berpelukan di lokasi tersebut.
Momen ini sekaligus menandai mendinginnya suasana perpolitikan nasional yang sempat memanas sepanjang pesta demokrasi yang lalu. Keduanya pun sepakat menyampaikan bahwa tidak ada lagi istilah 'cebong' dan 'kampret', dua diksi yang selama ini seolah membelah pandangan politik masyarakat Indonesia.
Aria mengatakan, ada pihak yang menilai jika pertemuan itu seakan memperlihatkan jika eksekutif ingin menciptakan oligarki pemerintahan. Dia mengatakan, masuknya Prabowo serta Gerindra ke dalam koalisi cenderung membentuk sesuatu yang tidak bisa dikritik.
"Jadi itu saja yang ingin disampaikan bahwa pak Jokowi bukan kemudian mengingkan pemerintahan yang tanpa oposisi karena hasil pertemuan kemarin hampir sosial media dan media mainstream online menyebutkan kekhawatiran terjadinya pemerintahan yang tanpa oposisi," katanya.
Sebelumnya, dalam pidato terbuka di SICC, Jokowi menyebut jika oposisi merupakan sikap politik yang mulia. Namun, dia mengingatkan, pihak yang akan bergerak di luar pemerintahan untuk menjadi oposisi yang menimbulkan dendam dan bekerja dengan tidak menimbulkan kebencian.