Senin 15 Jul 2019 16:34 WIB

Pascagempa Maluku Utara, 2.000 Orang Mengungsi

Tanggap darurat gempa Maluku Utara berlaku hingga 21 Juli.

Rep: Imas Damayanti/ Red: Indira Rezkisari
Bangunan rusak akibat gempa di Desa Gane Dalam, Kabupaten Halmahera Selatan, Maluku Utara, Senin (15/7/2019).
Foto: Antara/Safri
Bangunan rusak akibat gempa di Desa Gane Dalam, Kabupaten Halmahera Selatan, Maluku Utara, Senin (15/7/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Gempa bumi dengan magnitudo 7,2 skala richter yang terjadi Ahad (14/7) mengakibatkan dua orang meninggal. Sementara itu dikabarkan, lebih dari 2.000 orang mengungsi di 14 titik lokasi pengungsian.

Pemerintah Kabupaten Halmahera Selatan menetapkan status tanggap darurat selama tujuh hari. Waktu terhitung dari 15-21 Juli 2019.

Baca Juga

Berdasarkan catatan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), dua korban meninggal teridentifikasi berasal dari Desa Gane Luar dan Desa Papaceda, sedangkan para pengungsi terbanyak diketahui berada di Kecamatan Bacan Selatan, yakni mencapai 1.000 orang. Para korban telah mendapatkan penanganan darurat dari pemerintah daerah dan institusi terkait lainnya.

"Dilaporkan, dua orang meninggal. Dan 2.000 orang lebih mengungsi," kata Pelaksana Harian (Plh) Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB Agus Wibowo dalam keterangan pers, Senin (15/7).

Dia menyebut, gempa juga berdampak pada kerusakan bangunan dan infrastruktur lain. Tercatat berdasarkan informasi yang dia himpun, kerusakan unit rumah di Desa Ranga Ranga,  Kecamatan Gane, Timur berjumlah 20 unit, Desa Saketa, Kecamatan Gane Barat 28 unit, dan Desa Dolik, Kecamatan Gane Barat Utara 6 unit. Ketiga desa ini berada di wilayah Kabupaten Halmahera Selatan. Sedangkan kerusakan rumah di Desa Kluting Jaya, Kecamatan, Weda Selatan, Halmahera Tengah 5 unit, sedangkan kerusakan dua unit jembatan terjadi di Desa Saketa.

Hingga kini, kata dia, beberapa kendala dihadapi dalam penanganan darurat. Akses jalan ke lokasi terdampak hanya melalui laut dikarenakan akses jalan darat masih belum terbangun. Rute yang dapat ditempuh yaitu rute Ternate-Sofifi melalui speed boat dan dilanjutkan perjalanan darat dari Sofifi menuju ke Saketa. Kemudian Ternate ke Labuha dengan pesawat atau kapal feri. Labuha menuju ke Saketa membutuhkan waktu 5 jam dengan speed boat.

Berdasarkanaporan BPBD Halmahera Selatan, kata dia, masyarakat pesisir pantai masih mengungsi ke wilayah yang lebih tinggi. Beberapa gempa susulan juga terjadi setelah gempa bermagnitudo 7,2 tersebut melanda. BMKG mencatat, setidaknya terdapat 65 kali gempa susulan dengan kedalaman rata-rata 10 kilometer (km) hingga 15 Juli 2019, pukul 07.00 WIB.

Gempa yang terjadi pada pukul 16.10 WIB ini, lanjut dia, dirasakan dengan lokasi berada pada 0.59 LS,128.06 BT (62 km Timur Laut Labuha-Maluku Utara) dengan kedalaman 10 km. Adapun goncangan kuat sebesar V MMI di daerah Obi, III MMI di Labuha, II-III MMI di Manado dan Ambon, dan II MMI di wilayah Ternate, Namlea, Gorontalo, Raja Ampat, Sorong, dan Bolaang Mongondow.

Sementara itu, PVMBG melaporkan pada Ahad (14/7) gempa dirasakan dengan sekala II-III MMI di Pos Pengamatan G. Gamalama dan II MMI di Pos Pengamatan G. Dukono. Gempa dirasakan kuat di Kota Ternate selama 2-4 detik, menurut dia, masyarakat terlihat panik dan berhamburan ke luar rumah. BPBD Halmahera melaporkan bahwa gempa dirasakan kuat di Kabupaten Halmahera selatan selama 2-5 detik dan masyarakat panik berhamburan keluar rumah.

Berdasarkan pantauan PVMBG, lokasi pusat gempa bumi dan kedalamannya, gempa bumi diperkirakan berasosiasi dengan aktivitas sesar aktif yang berada di daerah tersebut. Pusat gempa bumi berada di darat. Wilayah-wilayah yang dekat dengan sumber gempa disusun oleh batuan vulkanik dan sedimen berumur Tersier yang dapat bersifat urai, lepas, dan belum kompak (unconsolidated) sehingga memperkuat efek guncangan gempa bumi.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement