REPUBLIKA.CO.ID, MANILA -- Presiden Filipina Rodrigo Duterte akan mempertimbangkan untuk memutus hubungan diplomatik dengan Islandia. Hal itu menyusul langkah Islandia yang memprakarsai resolusi meminta PBB untuk menyelidiki kematian ribuan orang dalam perang melawan narkoba yang diperintahkan Duterte.
Juru bicara kepresidenan Filipina Salvador Panelo mengatakan, bahwa resolusi, yang diadopsi oleh Dewan Hak Asasi Manusia PBB dalam pemungutan suara pekan lalu, menunjukkan bagaimana kekuatan Barat mencemooh upaya kedaulatan negara dalam melindungi rakyat dari momok obat terlarang.
"Duterte serius mempertimbangkan untuk memutuskan hubungan diplomatik dengan Islandia karena memprakarsai resolusi tersebut, yang ia sebut sebagai "sangat sepihak, sangat sempit, dan partisan yang jahat," kata Panelo dilansir Aljazirah, Selasa (16/7).
Polisi Filipina mengatakan, sedikitnya 6.600 orang tewas dalam paruh pertama masa kepresidenan Duterte selama enam tahun. Kematian terjadi dalam baku tembak dengan polisi. Sementara, kelompok-kelompok HAM telah mencatat korban tewas lebih dari 20 ribu jiwa sejak 2016.
Kelompok-kelompok HAM menyambut baik resolusi PBB sebagai cara untuk mengakhiri pembunuhan dan pelanggaran lainnya dan memastikan akuntabilitas. Ketua hak asasi PBB Michelle Bachelet diperkirakan akan menyampaikan laporannya Juni tahun depan.