REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mahkamah Agung (MA) kembali memutuskan tidak dapat menerima atau niet onvankelijke verklaard (N.O.) gugatan pelanggaran administrasi pemilu (PAP) yang diajukan oleh pasangan calon presiden dan calon wakil presiden nomor urut 02 pada Pemilu 2019. Kuasa hukum Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, Nicholay Aprilindo, menilai putusan tersebut lebih dominan bernuansa politis.
Ia mengatakan setelah pertemuan pemohon prinsipal dalam hal ini Prabowo dengan Jokowi, segala permasalahan menyangkut pemilu presiden 2019 berikut dampaknya dianggap selesai. "Walaupun masih banyak tersisa permasalahan-permasalahan hukum sebagai akibat dari perbuatan kecurangan TSM yang belum terselesaikan," kata Nicholay dalam keterangan tertulis yang diterima Republika.co.id, Selasa (16/7).
Kendati demikian, Nicholay sebagai kuasa hukum yang diberikan kuasa oleh Prabowo-Sandi akan menghormati putusan MA tersebut. "Kami selaku kuasa hukum belum menerima salinan putusan MA yang menyatakan tidak dapat diterima atau N.O. tersebut, sehingga saya belum dapat mengkaji lebih dalam isi dari putusan MA RI tersebut," ujarnya.
Nicholay berharap, putusan tersebut menjadi bahan introspeksi dalam suatu kontestasi politik baik pilkada, pilpres, maupun pemilu legislatif. Menurutnya, harus ada mekanisme hukum yang jelas dan transparan untuk menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang timbul sebagai akibat dari konstestasi politik tersebut.
"Misalnya harus ada lembaga peradilan khusus Pemilu dibawah kekuasaan kehakiman atau Mahkamah Agung yang dapat dipakai untuk menyelesaikan segala bentuk permasalahan turunan dari pemilu seperti hal nya sengketa Pelanggaran Administrasi Pemilu yang TSM," katanya menyarankan.
Sebelumnya, Mahkamah Agung (MA) kembali memutuskan tidak dapat menerima gugatan pelanggaran administrasi pemilu (PAP) yang diajukan oleh pemohon Prabowo Subianto-Sandiaga Uno. Dalam pertimbangannya, MA menyatakan tidak berwenang mengadili objek sengketa.
"Menyatakan permohonan dari Pemohon tidak diterima. Membebankan kepada Pemohon untuk membayar biara perkara sebesar Rp 1.000.000," begitu bunyi putusan dalan ringkasan putusan yang diberikan oleh Ketua Bidang Hukum dan Humas MA, Abdullah, Selasa (16/7).