REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Sejarawan A Zahoor menyebut karya berjudul Kitab al-Kawatib al-Thabit al-Musawar yang ditulis al-Sufi, merupakan mahakarya dalam cabang ilmu astronomi. Dia berpendapat, karya itu mempunyai pengaruh besar pada perkembangan kajian astronomi di dunia Timur ataupun Barat.
Al-Sufi menghadirkan sistem pengukuran bumi dan langit yang akurat. Dia juga memberikan kontribusi pemikiran dan observasi melalui tabel bintang versi penyempurnaan milik cendekiawan asal Yunani, Ptolomeus. Dia sanggup memperkirakan posisi planet atau bintang untuk jangka waktu tertentu.
Kitab al-Kawatib turut memaparkan hasil observasi terkait salah satu bintang yang bercahaya paling terang, yakni Theta Eridani. Ini merupakan satu dari 13 bintang paling terang yang dikenal dalam jagad astronomi. Al-Sufi meyakini sinar terang dari sebuah bintang tidak akan meredup dalam jangka waktu panjang.
Hal tersebut terungkap berdasarkan hasil pengamatannya selama beberapa waktu. Meskipun konsep ini tidak sejalan dengan pemikiran sejumlah tokoh, misal Seneca, Reddish, dan Schmidt (1841), diyakini perbedaan itu hanya akibat pengaruh cuaca di masing-masing lokasi observasi.
Karya ini juga mengurai temuan al-Sufi atas sebanyak 48 gugusan bintang. Al-Sufi menjelaskan satu per satu gugusan itu mulai dari letak, jarak, hingga keistimewaannya, secara komprehensif. Selain itu, ia memaparkan pengamatan dan analisisnya terkait struktur permukaan bulan.
Termasuk adanya gugusan pegunungan berdiameter 37 mil, yang kemudian dijadikan rujukan penelitian dari Johann Heinrich Madler dalam buku Der Mond pada 1837. Seperti lazimnya, sebagian besar pemikir Muslim pada zaman itu, al-Sufi menulis seluruh karyanya dalam bahasa Arab.
Bahasa Arab merupakan bahasa pengantar ilmu pengetahuan yang digunakan secara luas. Tak jarang, dia menerjemahkan nama-nama bintang dalam bahasa Yunani yang diperkenalkan Ptolomeus dalam Almagest ke bahasa Arab. Secara garis besar, Kitab al-Kawatib berisi empat bagian penting.
Pertama, bab yang mengulas komposisi gugusan bintang di jagat raya. Termasuk juga penyempurnaan terhadap kajian Ptolomeus hasil amatannya sendiri. Kedua, catatan al Sufi menyangkut bintang-bintang yang dikenal pada masa Arab kuno serta posisinya di setiap konstelasi.
Ketiga, dua gambaran besar dan lengkap gugusan bintang pada atlas angkasa. Dan keempat, tabel serta katalog perbintangan mencakup ketinggian, dimensi, lokasi, dan lainnya. Karya luar biasa ini diperkenalkan di Barat melalui terjemahan dalam bahasa Latin di abad ke-12.
Penerjemahan dilakukan di Sisilia atas perintah Guillaumine II (1166-1189), penguasa Sisilia. Nama latin buku itu Liber de Locis Stellarum Fixarum. Saat ini, buku tersebut masih tersimpan di perpustakaan nasional Paris. Satu edisi awal dari buku itu juga berada di perpustakaan di Palermo, Sisilia.
Kitab yang sama lantas dialihbahasakan ke dalam bahasa Spanyol berjudul Libros del Saber de Astronomia di bawah pengawasan langsung Raja Alfonso X. Petrus Apianus (Peter Apian), ahli astronomi asal Jerman abad ke-16, mengutip nama-nama bintang dari al-Sufi dalam karya ilmiahnya.
Temuan al-Sufi atas awan Nebula menginspirasi pengamatan yang dilakukan Simon Marius pada 1612. Hingga berabad-abad berikutnya, karya dan pemikiran ilmuwan hebat ini sanggup mewarnai perkembangan bidang astronomi di berbagai belahan dunia.