Selasa 16 Jul 2019 17:06 WIB

Parlemen Malaysia Berdebat Turunkan Batas Usia Memilih

Di Malaysia, pemilih bisa memilih saat berusia 21 tahun.

Rep: Rossi Handayani/ Red: Ani Nursalikah
Jari bertinta tanda usai mencoblos.
Foto: Republika/Raisan Al Farisi
Jari bertinta tanda usai mencoblos.

REPUBLIKA.CO.ID, KUALA LUMPUR -- Parlemen Malaysia akan mulai memperdebatkan undang-undang untuk memungkinkan anak berusia 18 tahun memberikan hak suara dalam pemilihan, Selasa (16/7). Ini merupakan langkah, yang jika disahkan, akan menandai pertama kalinya pemerintah Malaysia dan partai-partai oposisi bekerja sama dalam sebuah kebijakan yang memerlukan perubahan konstitusi.

Amandemen juga termasuk pendaftaran pemilih otomatis dan langkah-langkah untuk memungkinkan seseorang mencalonkan diri untuk pemilihan saat berusia 18 tahun. Kedua proposal diajukan oleh oposisi sebagai syarat dukungan mereka untuk menurunkan usia pemilihan.

Baca Juga

Malaysia merupakan salah satu dari segelintir di dunia, termasuk Singapura, yang mengharuskan warga negara berusia 21 tahun sebelum mereka dapat ikut serta dalam pemilihan. Di Indonesia, warga bisa memilih saat berusia 17 tahun. Sedangkan di Austria usia 16 tahun sudah bisa memilih.

"Ini adalah agenda pemberdayaan antargenerasi," kata Menteri Pemuda dan Olahraga Syed Saddiq Abdul Rahman, dilansir di Aljazirah, Selasa (16/7).

Menteri berusia 26 tahun itu merupakan anggota termuda dari kabinet. Ia telah menghabiskan satu tahun membangun dukungan lintas partai untuk inisiatif ini. Inisiatif ini ia anggap penting untuk pembangunan demokrasi Malaysia.

"Orang-orang muda tidak setia secara membuta pada partai politik mana pun. Beberapa mengatakan mereka berpikiran plin-plan, tapi ini bukan tentang itu, ini tentang saya menilai (situasi) berdasarkan masalah, berdasarkan kandidat. Tidak hanya melihat partai politik dan mendukung partai itu dengan sepenuh hati," ucap Rahman.

Para pemilih muda Malaysia membantu mendorong Pakatan Harapan berkuasa dalam pemilihan Mei lalu. Pakatan Harapan menggulingkan koalisi Barisan Nasional yang telah memerintah Malaysia dalam berbagai bentuk sejak kemerdekaan negara itu pada 1957.

Pakatan menjanjikan reformasi politik dan kelembagaan, termasuk menurunkan usia pemilihan sebagai bagian dari manifestonya. Di samping itu, seorang pakar politik Malaysia Bridget Welsh mengatakan suara di bawah usia 30-an begitu kritis dalam membentuk hasil dari tiga pemilihan terakhir negara itu. Pada pemilihan 2018, yang dikenal sebagai GE14, mereka merupakan seperlima dari pemilih.

"Menurut orang-orang muda penyertaan yang layak mereka dapatkan, adalah langkah penting menuju penguatan fondasi demokrasi negara," kata Welsh.

"Malaysia tidak hanya bergabung dengan pola perwakilan di sebagian besar dunia, (tetapi) Harapan memberikan substansi pada program reformasi yang membuatnya terpilih dan memberi penghargaan kepada kaum muda atas dukungan mereka dalam GE14 (pemilihan umum terakhir)," ujarnya.

Inisiatif ini muncul dari kampanye yang didirikan oleh sekelompok mahasiswa Malaysia di universitas di luar negeri. Mempelajari teknik di Amerika Serikat (AS) selama kampanye pemilihan presiden 2016, salah satu pendiri Undi18 (undi berarti memilih dalam bahasa Melayu), Tharma Pillai melihat pemuda AS terlibat dalam politik, berbicara tentang para kandidat dan mendiskusikan kebijakan.

Ia memikirkan tanah kelahirannya di mana orang-orang muda dipandang terlalu tidak dewasa untuk terlibat dalam politik pada usia 18 tahun. Namun, pada usia tersebut diizinkan untuk menikah, mengendarai mobil dan bergabung dengan militer.

"Malaysia pada dasarnya adalah masyarakat gerontokratik, kami dikendalikan orang tua," kata Pillai yang sekarang berusia 26 tahun.

"PM kita adalah yang tertua di dunia dan PM yang tengah menunggu juga sudah tua. Jika kamu berusia 40 tahun kamu dianggap sebagai orang berpengalaman. Itu konyol," ucapnya.

Langkah tersebut bukan tanpa kritik, ini muncul dari orang-orang yang berpendapat pemuda Malaysia kurang memiliki kedewasaan dan pengetahuan untuk terlibat dalam proses politik. "Mereka akan berakhir mengikuti pilihan orang lain alih-alih memutuskan sendiri," kata seorang pelajar berusia 22 tahun, Syafina Suhaimi, menulis dalam sebuah surat kepada surat kabar lokal New Straits Times yang menjelaskan mengapa dia menentang amandemen tersebut.

Seorang rekan tamu di ISEAS-Yusof Ishak Institute Singapura, Serina Rahman yang penelitiannya berfokus pada pedesaan Malaysia, mengatakan orang-orang muda di desa-desa pesisir tempat dia bekerja melihat gerakan ini sebagai ide buruk. Tetapi pemilih perdesaan memiliki masalah yang lebih mendesak.

"Ini kemarahan dan frustrasi pada janji yang tidak terpenuhi, dengan harga dan biaya hidup tidak turun. Perubahan institusi besar semacam ini tidak beresonansi dengan mereka," kata dia.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَاِذْ قَالَ اِبْرٰهٖمُ رَبِّ اَرِنِيْ كَيْفَ تُحْيِ الْمَوْتٰىۗ قَالَ اَوَلَمْ تُؤْمِنْ ۗقَالَ بَلٰى وَلٰكِنْ لِّيَطْمَىِٕنَّ قَلْبِيْ ۗقَالَ فَخُذْ اَرْبَعَةً مِّنَ الطَّيْرِفَصُرْهُنَّ اِلَيْكَ ثُمَّ اجْعَلْ عَلٰى كُلِّ جَبَلٍ مِّنْهُنَّ جُزْءًا ثُمَّ ادْعُهُنَّ يَأْتِيْنَكَ سَعْيًا ۗوَاعْلَمْ اَنَّ اللّٰهَ عَزِيْزٌحَكِيْمٌ ࣖ
Dan (ingatlah) ketika Ibrahim berkata, “Ya Tuhanku, perlihatkanlah kepadaku bagaimana Engkau menghidupkan orang mati.” Allah berfirman, “Belum percayakah engkau?” Dia (Ibrahim) menjawab, “Aku percaya, tetapi agar hatiku tenang (mantap).” Dia (Allah) berfirman, “Kalau begitu ambillah empat ekor burung, lalu cincanglah olehmu kemudian letakkan di atas masing-masing bukit satu bagian, kemudian panggillah mereka, niscaya mereka datang kepadamu dengan segera.” Ketahuilah bahwa Allah Mahaperkasa, Mahabijaksana.

(QS. Al-Baqarah ayat 260)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement