REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK — Bisnis militer Amerika Serikat (AS) di negara-negara Arab dinilai akan memantik peperangan besar antarnegara di Timur Tengah. Menteri Luar Negeri Iran, Mohammed Javad Zarif mengatakan, AS harus menghentikan bisnis persenjataannya ke negara-negara Teluk jika masih ingin bernegosiasi dengan program nuklir Iran.
“Jika Anda ingin membahas tentang persenjataan Iran, maka kita perlu membahas berapa jumlah senjata yang dijual AS ke wilayah kami (kawasan Teluk),” kata Zarif saat wawancara dengan NBC News di New York, AS, seperti dikutip dari Aljazirah, Rabu (17/7). Zarif mengatakan, persoalan antara Iran dan AS, tak bisa lepas dari persoalan penguatan militer negara-negara di kawasan Timur Tengah.
Tahun lalu, kata Zarif, Iran dengan jumlah populasi 82 juta jiwa menghabiskan anggaran militer sebesar 16 miliar dolar AS (Rp 222 triliun). Namun, kata dia, Uni Emirate Arab (UEA) dengan jumlah populasi satu juta jiwa, menghabiskan anggaran militer 22 miliar dolar AS. Sedangkan, Arab Saudi dengan populasi sekitar 40-an juta jiwa, menghabiskan anggaran militer sebanyak 67 miliar dolar AS.
“Kebanyakan dari mereka membeli senjata Amerika. Ini adalah persenjataan Amerika yang masuk ke wilayah kami di kawasan Teluk. Membuat negara-negara Teluk, siap meledak,” ujar Zarif. Karena itu, ia memastikan, jika ingin kembali bernegosiasi dengan program nuklir Iran, AS harus menghentikan bisnis senjatanya di kawasan Teluk. “Jadi kalau AS ingin bicara tentang rudal kita (Iran), mereka harus berhenti dulu menjual senjata ke wilayah Teluk,” ujarnya.