REPUBLIKA.CO.ID, SAN FRANSISCO — Amerika Serikat (AS) menangkap dan menahan mantan presiden Peru, Alejandro Toledo. Penangkapan tersebut memenuhi permintaan ekstradisi dari pemerintahan di Lima kepada Washington, sejak awal Maret 2018. Penangkapan Toledo terkait dengan kasus suap pembangunan infrastruktur saat ia menjabat 2001-2006.
BBC melaporkan, Rabu (17/7) WIB, Toledo ditangkap pada Selasa (16/7) waktu setempat di San Fransisco. Di negara bagian AS itu, Toledo menjadi profesor tamu di Universitas Stanford. “Penangkapan Toledo sehubungan dengan permintaan ekstradisi,” kata laporan BBC.
Presiden Peru Pedro Pablo Kuczynski sebetulnya sudah meminta agar Toledo pulang untuk diperiksa. Namun, Toledo menolak untuk pulang dengan membantah semua tuduhan.
Kasus yang menyeret Toledo merupakan upaya pemerintahan baru di Peru dalam pemberantasan korupsi. Kasus Toledo, di pemberitaan Peru terkenal dengan istilah skandal Odebracht yang menjadi korupsi multinasional yaitu, aksi suap yang dilakukan oleh konsorsium jalan raya, Odebracht untuk menghubungkan Brasil dengan negara-negara di Amerika Latin, termasuk Peru.
Odebracht menggelontorkan dana mencapai 800 juta dolar AS, untuk mendapatkan proyek infrastruktur antarnegara-negara Amerika Latin itu. Di Peru, Direktur Eksekutif Odebrecht, Jorge Barata yang sudah dinyatakan bersalah, mengaku memberikan uang senilai 20 juta dolar AS saat Toledo menjabat presiden. Uang tersebut, sebagai imbalan atas penunjukan dan pemberian kontrak kepada Odebrecht untuk membangun jalan raya yang membentang dari Brasil ke Peru.
Aksi suap tersebut, pun diakui Barata dilakukan perusahaannya kepada dua presiden pengganti Toledo yakni Presiden Alan Garcia dan Presiden Ollanta Humala. Toledo, Garcia, dan Humala, sama-sama membantah tuduhan tersebut. Namun, Toledo memilih untuk hengkang ke AS saat mega-skandal tersebut terungkap. Sementara Garcia, memilih untuk bunuh diri pada April 2019.