Rabu 17 Jul 2019 07:35 WIB

Pembajakan Masih Jadi Masalah Pemilik Kekayaan Intelektual

Pemilik kekayaan intelektual harus sadar hukum untuk lindungi karyanya dari pembajak.

Pegawai Kementrian Hukum dan HAM menjelaskan informasi mengenai barang palsu dan bajakan saat melakukan aksi simpatik pedui kekayaan intelektual di Bandara Soekarno-Hatta, Taggerang, Banten, Kamis (20/10).
Foto: Republika/Prayogi
Pegawai Kementrian Hukum dan HAM menjelaskan informasi mengenai barang palsu dan bajakan saat melakukan aksi simpatik pedui kekayaan intelektual di Bandara Soekarno-Hatta, Taggerang, Banten, Kamis (20/10).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mentor program Katapel milik Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) Mochtar Sarman mengatakan pembajakan menjadi masalah yang kerap kali dihadapi para pemilik kekayaan intelektual atau IP (intellectual property). Untuk itu, ia menyerukan agar para pelaku industri kreatif melakukan upaya untuk melindungi karya mereka.

"Banyak karya anak bangsa sudah di-copy, harus aware legal. Itu bisa menjaga mereka supaya besar nanti tidak menemukan kendala legal. Ini tidak hanya melindungi karya mereka sendiri, namun saat rambah ke bisnis lainnya juga," ujar Mochtar dalam temu media "Bekraf Katapel Goesto Licensing Expo China" di Jakarta, Selasa.

Baca Juga

Katapel merupakan program dari Bekraf untuk memberi pembekalan kepada para pelaku kreatif dari subsektor Desain Komunikasi Visual, Fotografi, Film dan Animasi, TV dan Radio untuk komersialisasi kekayaan intelektual. Dalam pengembangan kekayaan intelektual, isu finansial, dalam hal ini pendanaan dan permodalan, menurut Mochtar, juga menjadi kendala yang dihadapi para pemilik kekayaan intelektual.

"Dari segi finansial, dari IP kreator itu perlu dana, perlu pembiayaan untuk mengembangkan IP lebih kuat lagi. Ada riset, perlu pendanaan," kata Mochtar.

Saat komik diangkat menjadi animasi, misalnya, para pembeli lisensi biasanya meminta kreator untuk menyelesaikan komik, setidaknya 12 episode. Komikus tentunya perlu dana untuk menyelesaikan jumlah eposide yang diminta.

Kendala selanjutnya, datang dari pemilik kekayaan intelektual itu sendiri. Menurut Mochtar, pemilik kekayaan intelektual biasanya tidak percaya diri bahwa kekayaan intelektual mereka memiliki potensi yang besar.

Namun, saat pemilik kekayaan intelektual sudah berhasil mematenkan karya mereka, menurut Mochtar, mereka sering kali kurang konsisten.

"Kadang-kadang penyakit orang Indonesia itu bisa buat tidak bisa menjaga. Terus dipelihara dikembangkan terus, berkembang terus supaya bisa lebih besar, bahkan tidak hanya di dalam negeri, juga di luar negeri," ujar dia.

Program Katapel telah membawa lima kekayaan intelektual terpilih dari batch 1 untuk berpartisipasi dalam Hong Kong Internasional Licensing Show pada awal 2019. Pada akhir bulan ini, program Katapel akan membawa 10 kekayaan intelektual terpilih dari batch 1 dan batch 2 untuk mengikuti pameran Licensing Expo China 2019 di Shanghai.

Mereka adalah Hey Blo!, Komik Ga Jelas, Tahilalats, Garudayana dan Educa Studio dari batch 1, dan Mintchan, Gugug!, Ghfosty''s Comic, Manguni Squad dan Satria Dewa Gatotkaca dari batch 2.

Mengutip data dari Asosiasi IP Internasional, Lima, pendapatan yang dihasilkan dari kekayaan secara global mencapai 271,6 miliar dolar AS. Sementara Asia Tenggara mencapai 10,4 miliar dolar AS atau sekitar tiga hingga empat persen dari pendapatan global.

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement