REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Empat perempuan anggota Kongres AS dari kubu Demokrat melakukan perlawanan terhadap serangan rasialis Presiden Donald Trump. Mereka adalah Alexandria Ocasio-Cortez, Ilhan Omar, Ayana Pressley, dan Rashida Tlaib yang memberikan pernyataan pada Senin (15/7) waktu setempat.
Dalam pernyataannya, mereka menegaskan, ''Kami tak bisa dibungkam.'' Serangan Trump tak akan memengaruhi kiprah mereka di Kongres. Sebaliknya, itu membuat mereka lebih fokus pada isu-isu penting seperti penangkapan imigran di perbatasan, kesehatan, dan pendidikan.
Mereka menuturkan, serangan Trump merupakan pengalihan atas kebijakan-kebijakan yang ditempuhnya. Mereka pun meminta publik AS tak termakan umpan Trump itu. `'Ini pengalihan dari kultur pemerintahan yang amburadul dan korup saat ini,'' kata Pressley.
Senada dengan Pressley, Oca sio-Cortez menyatakan, Trump tak bisa beradu argumen soal kebijakannya selama ini. `'Presiden tak tahu bagaimana mempertahankan kebijakan-kebijakannya. Maka jalan yang ditempuh adalah menyerang kami secara personal,'' katanya seperti dilansir Guardian.
Sementara, Tlaib mendengungkan kembali desakan pemakzulan terhadap Trump. Ia menilai Trump sudah tak menghormati konstitusi. `'Sedihnya, ini bukan pertama juga bukan terakhir kalinya kita mendengar bahasa yang menyerang dari presiden.''
Di sisi lain, Trump membela diri atas pernyataan rasialisnya di Twitter. Namun, ia tidak meminta maaf dan justru memperkuat pernyataannya tersebut. "Ini tidak mengganggu saya karena banyak orang setuju dengan saya, omong-omong ba nyak orang yang suka," kata Trump.
Pada Ahad (14/7), Trump mengatakan bahwa empat anggota kongres perempuan Partai Demokrat yang berasal dari kelompok kulit berwarna untuk pulang ke negara mereka. Pernyataan itu menyasar anggota kongres Ilhan Omar dari Minnesota, Alexandria Ocasio-Cortez dari New York, Ayanna Pressley dari Massa chusetts, dan Rashida Tlaib dan Michigan. Keempatnya dikenal dengan sebutan "the Squad".
Pernyataan Trump itu memicu amarah anggota Partai Demokrat. Sementara itu, Partai Republik tempat Trump bernaung terpecah dalam menanggapi komentar tersebut.
Beberapa anggota Partai Republik dengan tegas mengecam pernyataan Trump. Sebagian besar petinggi Partai Republik di kongres memilih bungkam atau membela pernyataan Trump.
Ketua Senat Mayoritas Mitch McConnell menolak untuk membahas situasi ini. Padahal, sebelum membuka konferensi pers ia mengatakan kepada wartawan bahwa mereka bisa bertanya tentang apa saja.
Petinggi House of Repr esentative dari Partai Republik Kevin McCarthy memberikan jawaban kabur. "Ini tentang ideologi dan ideologi Partai Demokrat itu sosialis. Ini perdebatan yang sudah ada sejak lama," kata McCharty, Selasa (16/7).
Komentar juga datang dari mancanegara seperti Perdana Menteri Inggris Theresa May, Senin (15/7). Melalui juru bicaranya, May menyatakan komentar Trump sangat tidak bisa diterima. Pernyataan serupa juga disampaikan Menteri Luar Negeri (Menlu) Inggris Jeremy Hunt yang beristrikan wanita keturunan Cina. Kandidat menlu terpopuler, Boris Johnson, pun angkat biacara.
Perdana Menteri Selandia Baru Jacinda Ardern mengatakan kepada Morning Report bahwa tidak ada tempat untuk komentar seperti apa yang dikatakan Trump. Dia pun bangga bahwa yang sebaliknya ada di Selandia Baru.
"Biasanya saya tidak masuk ke politik orang lain, tetapi akan menjadi jelas bagi kebanyakan orang bahwa saya sepenuhnya dan sama sekali tidak setuju dengannya," ujar Ardern dilansir RNZ, Selasa. (lintar satria/fergi nadira/ap ed:yeyen rostiyani)