REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Berkurban merupakan ibadah sebagai bentuk rasa syukur dan kecintaan kepada Allah. Dalam berkurban ada ketentuan pembagian seperti yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW. Pakar Fiqih Muamalah, Ustaz Oni Sahroni, menuturkan selain untuk disedekahkan, pihak yang berkurban (mudhohi) berhak mendapatkan bagian dari hewan kurban tersebut.
"Sebagaimana penegasan para ulama, sunnahnya, setiap hewan kurban itu dibagi tiga bagian, pertama untuk orang yang berkurban, bagian kedua untuk tetangga dan masyarakat sekitar, dan bagian yang ketiga untuk para mustahik fakir dan miskin," kata Ustaz Oni melalui pesan elektronik kepada Republika.co.id, Selasa (16/7).
Sebagaimana hadits Rasulullah SAW: "Jika di antara kalian berqurban, maka makanlah sebagian qurbannya" (HR. Ahmad).
Riwayat lainnya disebutkan dalam hadits Rasulullah SAW: "Sepertiga untuk memberi makan keluarganya, sepertiga untuk para tetangga yang fakir miskin, dan sepertiga untuk disedekahkan kepada yang meminta-minta" (HR. Abu Musa Al-Asfahani).
Adapun bagian bagi panitia kurban, Ustaz Oni menjelaskan panitia seharusnya mendapatkan fee (upah) dari biaya khusus dan tidak mengambil donasi kurban. Sebagaimana riwayat yang Ali bin Abi Tholib sampaikan, "Rasulullah SAW memerintahkanku untuk mengurusi unta-unta qurban beliau. Aku mensedekahkan daging, kulit, dan jilalnya (kulit yang ditaruh pada punggung unta untuk melindungi dari dingin). Aku tidak memberi sesuatu pun dari hasil sembelihan qurban kepada tukang jagal." Beliau bersabda, "Kami akan memberi upah kepada tukang jagal dari uang kami sendiri."
Akan tetapi, Ustaz Oni mengatakan imam Hasan al Bashri memperkenankan panitia mendapatkan upah dari kulit dan sejenisnya tersebut. "Kecuali, jika panitia tersebut dhuafa, maka ia berhak mendapatkan bagian daging kurban. Bukan karena panitia, tetapi sebagai mustahiq," ujarnya.
Baik orang yang berkurban maupun panitia tidak boleh menjual hal-hal yang terkait dengan hewan kurban, seperti halnya kulit, daging, susu, dan lainnya. Hal demikian sesuai dengan hadits: "Siapa yang menjual kulit hewan qurban, maka dia tidak berqurban" (HR Hakim dan Baihaqi). Namun, menurut mazhab Hanafi, Ustaz Oni menuturkan, kulit hewan kurban boleh dijual dan hasil penjualannya kemudian disedekahkan.
Ustaz Oni menambahkan, sesorang yang ingin berkurban diperkenankan mewakilkan kepada pihak lain untuk melakukan penyembelihan sekaligus mendistribusikan dagingnya untuk masyarakat dan para mustahik. Akan tetapi, menurutnya, lebih afdhal jika yang berkurban tersebut ikut menyembelih kurbannya atau menyaksikannya.
Sebagaimana Rasulullah SAW pernah berkurban 100 unta dan beliau menyembelih 63 ekor unta. Kemudian, Rasulullah mewakilkan kepada sahabat Ali ra untuk menyembelih sisanya. Hal demikian, kata Ustaz Oni, sebagaimana analogi (qiyas) al-udhhiyah dengan al-Hadyu yang boleh mewakilkan menyembelih.
Bahkan, Ustaz Oni menyarankan agar penyaluran kurban dilakukan melalui lembaga-lembaga yang amanah dan profesional. Langkah demikian, menurutnya, lebih maslahat baik bagi yang berkurban (mudhohi) maupun penerima kurban.
Ia menilai lembaga yang profesional seperti lembaga filantropi yang juga kerap menangani kurban lebih mampu mendistribusikan hewan kurban tersebut dengan efektif dan tepat sasaran bagi yang paling berhak menerimanya. "Kemampuan distribusi kurban tersebut tidak bisa dilakukan secara maksimal apabila dilakukan oleh personal atau individu," ujarnya.