Rabu 17 Jul 2019 14:32 WIB

Junk Food Penuhi Seperempat Kebutuhan Kalori Balita di Nepal

Konsumsi tinggi junk food sebabkan stunting dan kekurangan gizi di Nepal.

Rep: Fergi Nadira/ Red: Indira Rezkisari
Anak makan junk food
Foto: Republika/Wihdan Hidayat
Anak makan junk food

REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Penelitian inovatif yang diterbitkan dalam Journal of Nutrition, menyebut anak-anak di bawah usia dua tahun di Nepal mengonsumsi seperempat kalori mereka dari junk food. Para pakar nutrisi memperingatkan orang tua untuk melakukan diet junk food kepada anak mereka terkait dengan stunting dan kurang gizi.

Biskuit, keripik, mi instan, dan minuman manis diyakini menjadi makanan yang menggantikan vitamin, mineral, dan nutrisi penting lainnya yang dibutuhkan bayi untuk tumbuh dengan baik. Karya yang diterbitkan dalam Journal of Nutrition oleh tim peneliti, mendeskripsikan bahwa diet junk food abad ke-21 yang menyebar di seluruh dunia tidak hanya terkait untuk penderita obesitas saja, tetapi juga dengan pertumbuhan yang buruk pada anak-anak.

Baca Juga

Dilansir Guardian, penelitian dilakukan di Lembah Kathmandu, Nepal, di antara keluarga sebanyak 745 anak berusia antara 12 dan 23 bulan. Penelitian ini merupakan yang pertama untuk melihat efek nutrisi dari makanan ringan yang diberikan kepada anak-anak kecil di negara berpenghasilan rendah. Para peneliti bekerja untuk Helen Keller International, sebuah organisasi kesehatan global.

Kemudian, para peneliti merekam bahwa lebih banyak anak dalam penelitian itu memakan makanan junk food. Mereka yang mendapat setengah kalori dari makanan ringan yang tinggi gula, tinggi garam, dan tinggi lemak, tercatat lebih pendek daripada orang lain seusia mereka yang makan lebih sedikit.

Mereka lebih cenderung memiliki tingkat nutrisi yang tidak memadai padahal penting untuk pertumbuhan dan perkembangan. Termasuk protein, kalsium, zat besi, vitamin A dan seng.

Peneliti utama Penilaian Proyek Pemberian Makan Anak, Dokter Alissa Pries berharap temuan ini membunyikan alarm bagi para peneliti dan pembuat kebijakan lain. Bahwa ada kebutuhan penelitian lanjutan tentang peran produk makanan ringan dalam kesehatan dan pengembangan anak-anak yang rentan gizi.

"Produk makanan ringan dikemas, biasanya tinggi gula dan garam dan mikronutrien rendah, semakin tersedia di seluruh dunia," ujar Pries seperti dilansir Guardian, Rabu (17/7).

"Sudah ada kekhawatiran global yang berkembang di komunitas kesehatan atas peran junk food atau makanan ultra-proses dalam epidemi obesitas, tetapi untuk anak-anak kecil dalam konteks di mana akses ke makanan bergizi terbatas, penelitian ini memberi sinyal bahwa makanan ini juga dapat berkontribusi untuk kekurangan gizi," tambah Pries.

Ia menceritakan, makanan ringan, yang beberapa diproses dan dikemas secara lokal dan beberapa di antaranya internasional, merupakan hal biasa di seluruh Nepal. Bahkan di tempat-tempat terpencil di sana.

"Makanan-makanan itu tersedia di rak. Ada pemasaran yang terjadi. Ibu dan ayah memilih produk ini, seperti di AS dan Inggris, karena mereka nyaman dan anak mendapat preferensi untuk camilan manis ini," katanya.

Menurutnya, banyak pengasuh melaporkan bahwa makanan itu tidak baik untuk anak-anak kecil (mereka menggunakan kata-kata bahasa Inggris 'junk food'), namun mereka tetap mengatakan bahwa makanan itu mudah. Mereka mudah disiapkan dan mudah diberi makan. Mereka menilai anak-anak dapat memegang dan memakannya.

Pries mengatakan dia terganggu dengan temuan itu. "Mengetahui bahwa seperempat dari semua kalori yang dikonsumsi bayi-bayi ini berasal dari makanan dan minuman yang tidak sehat - bagi saya itu mengejutkan. Prevalensi konsumsi makanan ini semakin meningkat. Kami melihatnya secara global," tegasnya.

Penelitian ini pun bersifat observasional, sehingga tidak dapat membuktikan sebab dan akibat, tetapi penulis menyerukan penelitian lebih lanjut tentang efek perkembangan yang berpotensi merusak junk food pada anak-anak kecil.

"Ada bukti yang berkembang bahwa anak-anak mengonsumsi produk makanan ringan yang tidak sehat pada tingkat yang mengejutkan," kata Dokter Atul Upadhyay, salah satu rekan penulis penelitian.

"Lebih banyak perhatian dan upaya perlu fokus pada peningkatan konsumsi makanan kaya gizi yang tersedia secara lokal dan mengembangkan strategi untuk membatasi konsumsi produk makanan ringan yang tidak sehat di kalangan anak-anak," kata dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement