REPUBLIKA.CO.ID, LEMBANG -- Di Kampung Pageurmaneuh, Desa Pagerwangi, Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat, terdapat pondok Quran Baitul Jannah yang mendidik santri-santri korban dari perceraian orang tua, yatim dan duafa. Sebanyak 30 santri belajar dan menginap di pondok yang sebelumnya digunakan bekas rumah makan.
Pondok yang didirikan Januari 2019 ini diinisiasi oleh dua orang pemuda asal Lembang, Yopi Firmansyah (35), mantan anak jalanan dan korban perceraian orang tua serta Ustaz Irfan Ulum (27). Mereka mendidik santri-santri tingkat SD dan SMP secara gratis tanpa dipungut biaya sepeserpun.
Sepintas melewati tempat tersebut di jalur punclut Lembang seperti bukan pondok pesantren. Namun seperti bangunan dua lantai yang menyerupai rumah makan. Tanda yang memperlihatkan bahwa bangunan tersebut pondok Quran adalah papan bertuliskan pondok Quran baitul Jannah.
Di lantai dasar, terdapat dua kamar yang digunakan sebagai asrama atau tempat tidur santri laki-laki dan perempuan. Sedangkan lantai dua yang berbentuk saung digunakan santri untuk belajar. Tak ubahnya seperti saung makan di Punclut terdapat beberapa petak yang dipakai untuk belajar.
Bangunan lantai dua yang diatapi oleh asbes ini tidak memiliki tembok dan langsung terlihat sekeliling wilayah Lembang. Alas lantai di tempat tersebut menggunakan karpet. Tiap malam, sebagian santri laki-laki yang tidak tertampung di asrama menginap di lantai dua menggunakan tenda pemberian donatur.
Sebelum ada tenda, sebagian santri tidur di lantai dua menggunakan sleeping bag meski kerap kali kedinginan dan masuk angin. Beberapa bagian dilantai dua pun ditutupi plastik agar angin tidak langsung menusuk badan.
Saat ditemui di pondok, Yopi bercerita santri-santri yang menginap di tempat tersebut sebanyak 30 orang tingkat SD dan SMP yang berasal dari wilayah Lembang. Kemudian, terdapat 60 orang lainnya yang ikut belajar di pondok Quran meski tidak menginap.
"Mereka ini (santri) sebagian yatim, yatim piatu dan korban perceraian orangtua atau ditinggalkan orang tua," ujarnya yang didampingi Ustaz Irfan, Rabu (17/7). Menurutnya, santri yang menjadi korban perceraian orangtua mencapai lebih dari 10 orang.
Berlatar belakang dari keluarga yang broken home dan sempat menjadi anak jalanan dan tidak tamat SMA, ia mengungkapkan prihatin dengan kondisi anak-anak yang mengalami broken home, yatim dan yatim piatu. Hingga akhirnya, awal Januari 2017 bersama rekannya membuat pondok Quran di Lembang.
Dengan modal tabungan yang seharusnya digunakan untuk pendidikan anaknya, ia merelakan dana sebesar Rp 20 juta untuk merintis pondok. Terlebih dahulu dengan menyewa rumah tersebut. Dari harga sewa Rp 60 juta pertahun, ia mengaku baru melunasi Rp 20 juta dan terdapat sisa hutang Rp 40 juta.
"Saya keliling RT dan RW, kira-kira ada gak anak yatim dan korban perceraian. Ternyata disini (anak-anak) kurang pendidikan agama. Ada masjid tapi keilmuan ustaz terbatas. Syarat pesantren disini malam Jumat orang tua harus ikut pengajian," katanya.
Meski masih terkendala dengan biaya operasional perbulan yang mencapai Rp 18 juta lebih. Ia mengaku terus berikhtiar membangun pondok Quran. Sebab dirinya percaya kepada Allah Swt dan santri-santri membawa rezeki masing-masing.
"Prinsip awal yuk percaya sama Allah SWT. Saya percaya mereka (anak-anak) bawa rezeki masing-masing. Terus sebelum ketemu kita, mereka makan. Masa udah ketemu kita gak makan. Kunci saya lainnya silaturahmi," katanya.