REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengungkapkan beberapa tantangan yang harus dihadapi dalam penerapan pajak digital. Dirjen Pajak Kemenkeu Robert Pakpahan mengatakan penerapan pajak digital layaknya dua sisi mata uang.
Tantangan pertama yaitu mengenai bagaiamana pemerintah mewujudkan regulasi. "Ini mengenai bagaimana regulasi itu adil, kompetitif, hingga memberikan kepastian hukum," kata Robert dalam sebuah acara dikusi di Jakarta, Rabu (17/7).
Selain itu, tantangan dalam regulasi juga bagaimana aturan tersebut mumudahkan untuk kepatuhan pajak. Hal tersebut juga menurutnya harus didukung dengan memiliki sistem regulasi yang baik.
Kedua, kata Robert, Direktorat Jenderal Pajak Juga harus bisa menggunakan tekonologi digital. "Ini kaitannya inyegrasi dan kostumer sentris, hemat biaya bagi pembayar maupun DJP," tutur Robert.
Robert mengakui saat ini isu ekonomi digital mulai sering menjadi isu yang dibahas dalam forum perpajakan di Indonesia maupun skala dunia. Terlebih, dia mengatakan Indonesia masuk dalam urutan tiga besar di Asia untuk kegiatan ekonomi digital setelah Cina dan India.
Dia menjelaskan dari data Badan Pusat Statistik (BPS), Indonesia menjadi pasar yang menjanjikan bagi industri berbasis digital. "Pada April 2019, terdapat lebih dari 170 juta pengguna aktif internet di Indonesia," ungkap Robert.
Selain itu, Robert memaparkan ekonomi digital pada 2018 menujukkan capaian nilainnya mencapai 27 miliar dolar AS. Dia mengatakan dari total nilai tersebut, sebanyak 49 persen transaksi digital di Asia Tenggara terjadi di Indonesia.