Rabu 17 Jul 2019 21:45 WIB

Kemnaker-KLHK Kerja Sama Latih 100 Ribu Teknisi Refrigerasi

Kerja sama ini wujud pemerintah bersama stakeholder merespons perubahan iklim.

penandatanganan kerja sama oleh Dirjen Pembinaan Pelatihan dan Produktivitas (Binalattas) Kemnaker Bambang Satrio Lelono dan Dirjen Pengendalian Perubahan Iklim Ruanda Agung Sugardiman di Jakarta, Rabu (17/7).
Foto: Kemnaker
penandatanganan kerja sama oleh Dirjen Pembinaan Pelatihan dan Produktivitas (Binalattas) Kemnaker Bambang Satrio Lelono dan Dirjen Pengendalian Perubahan Iklim Ruanda Agung Sugardiman di Jakarta, Rabu (17/7).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Ketenagakerjaan dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) sepakat bekerja sama dalam Peningkatan Kapasitas Balai Latihan Kerja di Bidang Tata Udara dan Refrigerasi Dalam Rangka Perlindungan Lapisan Ozon (Protokol Montreal).

Kerja sama ini ditandai dengan penandatanganan kerja sama oleh Dirjen Pembinaan Pelatihan dan Produktivitas (Binalattas) Kemnaker Bambang Satrio Lelono dan Dirjen Pengendalian Perubahan Iklim Ruanda Agung Sugardiman di Jakarta, Rabu (17/7).

Baca Juga

 

"Kerja sama ini merupakan langkah positif sebagai wujud Pemerintah bersama stakeholder guna merespons permasalahan seputar perubahan iklim yang secara nyata telah mengancam kehidupan manusia," kata Dirjen Bambang.

 

Dirjen Bambang mengatakan disepakatinya komitmen bersama antara KLHK dengan Kemnaker melalui pelaksanaan pemberian bantuan peralatan pelatihan di bidang tata udara dan refrigerasi; penyelenggaraan pelatihan bagi instruktur (training of trainer); serta penyelenggaraan pelatihan dan sertifikasi kompetensi kerja di bidang tata udara dan refrigerasi.

 

“Meski tidak semua dari 305 BLK (Balai Latihan Kerja) memiliki kejuruan teknis pendingin, tapi kami siap melaksanakan pelatihan dan mencetak teknisi-teknisi teknik pendingin dan tata udara agar kebutuhan 100 ribu bisa kita dipenuhi,“ katanya.

 

Dirjen Bambang menegaskan penguatan kerja sama antara Kemnaker dan KLKH dan diterapkannya SKKNI Nomor 41 Tahun 2019  tentang Penetapan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) kategori konstruksi golongan pokok konstruksi khusus pada jabatan kerja teknisi refrigerasi dan tata udara bertujuan agar teknisi di Indonesia memiliki kompetensi memadai dalam menangani peralatan refrigerasi (RAC).

 

“Kegiatan ini diharapkan dapat menciptakan tenaga kerja kompeten dan unggul di bidangnya dan terciptanya teknisi RAC yang kompeten akan mendorong penguatan daya saing tenaga kerja Indonesia, “ katanya.

 

Dirjen Bambang menambahkan kerja sama dengan KLKH membuka peluang kerja sangat besar. Melalui 21 BLK UPTP dan 284 BLK UPTD terus melakukan pengembangan program pelatihan disesuaikan kebutuhan industri serta perubahan global, termasuk melatih instruktur dalam jumlah banyak.

 

“Mudah-mudahan dengan pelatihan instruktur dan nanti dilanjutkan pelatihan teknisi RAC, kebutuhan tenaga teknisi refrigerasi di Indonesia dalam waktu dekat dapat terpenuhi. Kami ingin pelatihan refrigerasi ada di seluruh wilayah Indonesia, “ katanya.

 

Bambang Satrio menegaskan penguatan kerja sama antara Kemnaker dan KLKH dan diterapkannya SKKNI Nomor 41 Tahun 2019 bertujuan agar teknisi di Indonesia memiliki kompetensi memadai dalam menangani peralatan RAC.

 

“Kegiatan ini diharapkan dapat menciptakan tenaga kerja kompeten dan unggul di bidangnya dan terciptanya teknisi RAC yang kompeten akan mendorong penguatan daya saing tenaga kerja Indonesia, “ katanya.

 

Sementara itu, Dirjen Pengendalian Perubahan Iklim Ruanda Agung Sugardiman mengungkapkan semakin banyaknya masyarakat Indonesia memiliki peralatan AC maupun refrigerasi (RAC), diperkirakan tahun 2019 ada  20 juta unit AC residensial terpasang di rumahtangga. Kebutuhan peralatan pendingin akan semakin meningkat di masa depan, yang menyebabkan semakin meningkat pula kebutuhan teknisi RAC untuk memasang dan merawat AC.

 

“Data KLHK, baru sekitar 1500 orang teknisi terdaftar dan sebagian belum memiliki sertifikasi kompetensi dan belum tersebar ke seluruh Indonesia,“ katanya.

 

Ruanda menambahkan mengingat bahan refrigerant dari AC mengandung zat-zat mudah terbakar, beracun dan berbahaya bagi lingkungan, maka harus ditangani oleh ahli yang memiliki sertifikasi, yakni teknisi RAC. “Saat ini dibutuhkan kira-kira 100 ribu teknisi untuk 20 juta AC residensial. Belum perkantoran dan hotel. Ke depan akan tambah populasi AC ini, maka harus diantisipasi dengan teknisi yang bersertifikat,“ katanya.

 

Ruanda mengatakan jika ditangani orang yang tidak berpengetahuan cukup, bahan refrigerant yang berbahaya bagi lingkungan ini bisa terlepas ke udara dan akan berpengaruh terhadap lapisan ozon.

 

Ruanda berpendapat apabila bahan lapisan ozon rusak, pengaruhnya terhadap manusia akan sangat berbahaya. Misalnya penyakit kanker kulit, pertumbuhan gizi anak, ibu hamil, dan pengaruh terhadap pertanian serta perikanan sangat berbahaya. "Karena itu dibutuhkan teknisi handal, dan KLHK menggandeng Kemnaker untuk melaksanakan pelatihan sesuai SKKNI, “ ujarnya.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement