Rabu 17 Jul 2019 23:13 WIB

Benarkah China Menekan Islam dan Umat Beragama?

China memberikan hak beragama bagi warganya.

Pengurus Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama (PCINU) Tiongkok menggelar bedah buku Islam Indonesia dan China: Pergumulan Santri Indonesia di Tiongkok di Gedung PBNU, Jakarta Pusat, Rabu (17/7).
Foto: Republika/Muhyiddin
Pengurus Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama (PCINU) Tiongkok menggelar bedah buku Islam Indonesia dan China: Pergumulan Santri Indonesia di Tiongkok di Gedung PBNU, Jakarta Pusat, Rabu (17/7).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tokoh Guangdong Islamic Association, Wang Yu Xia, mengatakan Islam berkembang dengan baik di China seiring dengan berbagai regulasi yang berpihak kepada Muslim di negara tersebut.

"Pemerintah China mempersilakan orang memilih keyakinannya masing-masing, hal itu tentu berpegang pada prinsip dasar keagamaan bahwa negara memiliki kebebasan menganut agama tertentu," kata Wang dalam bedah buku "Islam Indonesia dan Islam China" di Gedung Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, Jakarta, Rabu (17/7).

Baca Juga

Dia mengatakan pemerintah China juga memberi kebebasan bagi umat Islam untuk beribadah dan membuat perkumpulan. Selain itu, terdapat tempat makan yang halal, tempat pemotongan hewan halal, dan perayaan Idul Fitri dapat dilakukan.

Rais Syuriyah Pengurus Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama (PCINU) Tiongkok, KH Imron Rosyadi Hamid, mengatakan konstitusi China menjamin kebebasan beragama. Tidak ada persoalan bagi umat Islam di negera berjuluk negeri tirai bambu tersebut untuk beraktivitas.

Persoalan Muslim Uighur di Provinsi Xinjiang, menurut dia, isunya bercampur aduk antara kebebasan beragama dengan kegiatan separatisme. "Ini dua hal berbeda," kata Imron.

Dia mencontohkan hal itu sebagaimana pemerintah Indonesia menyikapi separatisme di Aceh dan Papua. Pemerintah menolak separatisme bukan berarti memusuhi agama masyarakat setempat tetapi memerangi kegiatan yang mengancam disintegrasi bangsa.

"Itu bukan berarti kemudian pemerintah anti-Islam di Aceh atau anti-Katolik atau Protestan di Papua. Tapi antiseparatisme saja," katanya.

"Jadi kalau separatisme, negara mana yang rela wilayahnya lepas? Saya kira tidak ada. Nah, mekanisme dan kebijakan mereka untuk menghindari terlepasnya sebuah wilayah itu harus kita hargai dengan mekanisme apapun," kata dia.

 

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يٰبَنِيْٓ اٰدَمَ لَا يَفْتِنَنَّكُمُ الشَّيْطٰنُ كَمَآ اَخْرَجَ اَبَوَيْكُمْ مِّنَ الْجَنَّةِ يَنْزِعُ عَنْهُمَا لِبَاسَهُمَا لِيُرِيَهُمَا سَوْاٰتِهِمَا ۗاِنَّهٗ يَرٰىكُمْ هُوَ وَقَبِيْلُهٗ مِنْ حَيْثُ لَا تَرَوْنَهُمْۗ اِنَّا جَعَلْنَا الشَّيٰطِيْنَ اَوْلِيَاۤءَ لِلَّذِيْنَ لَا يُؤْمِنُوْنَ
Wahai anak cucu Adam! Janganlah sampai kamu tertipu oleh setan sebagaimana halnya dia (setan) telah mengeluarkan ibu bapakmu dari surga, dengan menanggalkan pakaian keduanya untuk memperlihatkan aurat keduanya. Sesungguhnya dia dan pengikutnya dapat melihat kamu dari suatu tempat yang kamu tidak bisa melihat mereka. Sesungguhnya Kami telah menjadikan setan-setan itu pemimpin bagi orang-orang yang tidak beriman.

(QS. Al-A'raf ayat 27)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement