REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU), Evi Novida Ginting Manik, mengatakan, dua mantan panitia pemilihan luar negeri (PPLN) Kuala Lumpur, Malaysia tidak bisa menjadi penyelenggara pemilu sampai kapanpun.
Hal itu disebabkan putusan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) yang menyatakan keduanya melanggar kode etik sebagai penyelenggara pemilu atas kejadian surat suara tercoblos di Kuala Lumpur.
"Putusan DKPP demikian (tidak bisa lagi jadi penyelenggara pemilu). Kemudian dari penyelenggara pun telah memberikan catatan bahwa dia (dua orang tersebut) sudah tidak bisa menyelenggarakan pemilu berdasarkan putusan DKPP, " ujar Evi ketika dijumpai di Kantor DKPP, Thamrin, Jakarta Pusat, Rabu (17/7).
Evi melanjutkan, putusan DKPP pada Rabu harus menjadi bahan introspeksi bagi seluruh penyelenggara pemilu. Semua proses harus dilakukan dengan hati-hati.
Sebelumnya, DKPP menjatuhkan sanksi kepada dua mantan anggota PPLN Kuala Lumpur, Malaysia, Djadjuk Natsir dan Krishna K.U. Hannan. Keduanya tidak lagi memenuhi syarat untuk menjadi penyelenggara pemilu di masa yang akan datang.
Djadjuk dan Krishna merupakan dua teradu dalam perkara dugaan pelanggaran administrasi pemungutan suara luar negeri di Malaysia. Dalam perkara ini, tujuh komisioner KPU RI bertindak sebagai pengadu.
“Menimbang bahwa dalam sidang pemeriksaan pada tanggal 11 Juni 2019, para teradu masih berkedudukan sebagai anggota PPLN Kuala Lumpur dengan masa jabatan berakhir pada 30 Juni 2019. Para Teradu terbukti melakukan pelanggaran kode etik berat dan seharusnya dijatuhi sanksi pemberhentian tetap, namun saat rapat pleno pengambilan keputusan 9 Juli 2019, para geradu tidak lagi menjabat sebagai penyelenggara pemilu dan oleh sebab itu para teradu tidak lagi memenuhi syarat untuk diangkat menjadi penyelenggara pemilu di masa datang, " ujar Ketua DKPP, Harjono, saat membacakan putusan di Gedung DKPP, Thamrin, Jakarta Pusat, Rabu (17/7).
Harjono melanjutkan, pengadu mendalilkan teradu I, Djadjuk Natsir, bertanggung jawab atas peristiwa pelanggaran pemilu berupa pencoblosan surat suara oleh pihak-pihak yang tidak diperkenankan menurut peraturan perundang-undangan di wilayah kerja PPLN Kuala Lumpur.
Sesuai pembagian tugas di antara anggota PPLN Kuala Lumpur, teradu I mengemban amanat koordinasi teknis penyelenggaraan pemilu di wilayah Malaysia khususnya yang dilakukan melalui metode pos.