REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tim Advokasi Penyidik Senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan, Alghiffari Aqsa, menilai pengusutan kasus penyiraman air keras oleh Tim Gabungan Pencari Fakta bentukan Kapolri Jenderal Tito Karnavian berjalan mundur. Bahkan, TGPF terkesan hanya mengulur waktu dengan mengusulkan pembentukan tim lain.
"Ini jalan mundur karena kalau ini tidak selesai maka bukti semakin sulit ditemukan. Kami melihat tidak ada bedanya dengan temuan sebelumnya. Rekomendasi Tim Satgas Polri untuk membentuk Tim Teknis hanyalah upaya untuk kembali mengulur-ngulur waktu dan semakin mengaburkan pengungkapan kasus ini penyerangan terhadap Novel Baswedan," kata Alghiffari di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (17/7).
Ia menilai temuan-temuan yang disampaikan TGPF tak jauh berbeda dengan yang pernah diungkap sebelumnya. Misalnya, kata Alghiffari, informasi soal klinik yang didatangi bukan informasi baru.
"Kita udah tahu ada sekian ratus klinik yang didatangi, ada pabrik gelas didatangi itu, udah berapa bulan setelah penyerangan sudah disampaikan ke polisi apa yang baru," ujarnya.
Selain itu, juga terjadi kontradiksi antara penjelasan dan kesimpulan yang disampaikan TGPF dan temuan Tim Satgas Polri. Tim Satgas Polri menemukan banyak alat bukti mulai dari 74 saksi yang 40 di antaranya telah diperiksa ulang, 38 rekaman CCTV yang bahkan dibantu oleh Australian Federal Police, dan 114 toko bahan kimia yang telah diperiksa. Namun, ia mengatakan, kesimpulan dari tim bentukan Polri justru menyatakan tidak ada alat bukti.
Dengan kegagalan TGPF, ia mengatakan, kasus Novel masih berada dalam kegelapan selama belum ditetapkannya tersangka atas kasus ini. Alghiffar juga menyesalkan upaya TGPF Polri membangun opini yang spekulatif, tanpa adanya bukti yang mencukupi.
"Tim Satgas Polri seakan-akan malah menyalahkan penggunaan kewenangan berlebihan dari Novel Baswedan. Namun, tanpa adanya terduga yang terindentifikasi melakukan kejahatan," kata dia.
Padahal, ia menegaskan, penyerangan kepada Novel Baswedan sebagai penyidik bukanlah serangan pertama. Untuk itu, penyerangan harus dilihat sebagai upaya sistematis dan sebagai bagian dari rangkaian yang tidak terpisahkan dari penyerangan terhadap KPK.
Karena, lanjut dia, bila terus terjadi pembiaran penyerangan dan teror terhadap pegawai, struktural, maupun Pimpinan KPK menjadi angin segar bagi berbagai pihak untuk melakukan penyerangan lanjutan terhadap KPK dan melemahkan upaya pemberantasan korupsi.
Hal lainnya, ia berpendapat, TGPF Polri diperuntukkan ] mengungkap kasus penyerangan terhadap Novel Baswedan, dan bukan untuk mendalami kasus-kasus di luar tugas, pokok, dan fungsinya (tupoksi). Alghiffari juga menyoroti keluhan tim gabungan soal kurangnya sumber daya.
Padahal, lanjut dia, Kepolisian adalah unsur terbesar dalam tim gabungan yang memiliki berbagai sumber daya yang mumpuni dalam berbagai kasus. Bahkan, berbagai macam kasus pembunuhan, perampokan, penjambretan, yang minim alat bukti dapat diungkap oleh Polri hanya dalam waktu hitungan jam.