REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Indonesia (BI) akhirnya memutuskan untuk menurunkan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin menjadi 5,75 persen. BI juga menurunkan suku bunga Deposit Facility sebesar 25 bps menjadi sebesar 5 persen dan suku bunga Lending Facility sebesar 25 bps menjadi 6,5 persen.
Institute for Development of Economics and Finance (Indef) menilai penurunan suku bunga ini belum tentu akan berdampak pada penurunan suku bunga kredit perbankan di Indonesia. “Penurunan suku bunga acuan baru tidak langsung berdampak pada suku kredit perbankan, mungkin jangka waktu 2-3 bulan mendatang,” ujar Direktur Eksekutif Bank Indonesia Tauhid Ahmad ketika dihubungi Republika, Kamis (18/7).
Menurutnya penurunan suku bunga tersebut karena Bank Indonesia sudah melihat faktor dalam negeri yang cukup stabil, khususnya inflasi maupun pertumbuhan ekonomi. Ini juga dipacu oleh perkiraan bahwa The Fed juga akan menurunkan suku bunganya dalam waktu dekat.
“Dampak jangka pendek tentu saja akan ada capital outflow pada pasar kita dan beberapa sentimen negatif. Tapi itu sifatnya temporer,” ucapnya.
Diharapkan, penurunan suku bunga acuan dapat menurunkan suku bunga kredit bank umum untuk modal kerja sekitar 10,53 persen. “Tapi pesan terpenting juga kelihatannya perbankan juga akan mempertahankan Net Interest Margin (NIM) sekitar 4,87 persen,” ucapnya.
Sementara Ekonom Indef Bhima Yudhistira Adhinegara menambahkan inflasi yang rendah dan cadangan devisa yang mulai meningkat merupakan langkah tepat Bank Indonesia menurunkan suku bunga acuan. Setidaknya, juga berdampak pada sektor riil dan stimulus moneter agar beban bunga menurun dan bisa lebih ekspansif
“Jika BI terlambat lakukan pemangkasan bunga acuan bisa lewat momentumnya maka terlambat bagi investor masih menanam uang di instrumen surat utang dan deposito karena bunga tinggi, implikasi aliran likuiditas ke sektor riil bisa terhambat. Padahal sektor riil butuh relaksasi,” ungkapnya.
“Begitu juga dengan bank kebijakan bunga tinggi akan membuat persaingan dana murah makin ketat. Bank berlomba jaga bunga mahal agar loan to deposit ratio (LDR) bisa rendah. Itu kan tidak sehat buat likuiditas,” ucapnya.