Jumat 19 Jul 2019 01:00 WIB

AS Loloskan Resolusi untuk Blokir Penjualan Senjata ke Saudi

House of Representative AS menyetujui resolusi untuk memblokir jual senjata ke Saudi

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Nur Aini
 Ledakan dahsyat terjadi di sebuah gudang persenjataan yang dilancarkan pasukan koalisi Arab Saudi di kota Sanaa, Senin (11/5) malam. (EPA/Yahya Arhab)
Ledakan dahsyat terjadi di sebuah gudang persenjataan yang dilancarkan pasukan koalisi Arab Saudi di kota Sanaa, Senin (11/5) malam. (EPA/Yahya Arhab)

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- House of Representative Amerika Serikat (AS) telah menyetujui tiga resolusi untuk memblokir rencana Presiden Donald Trump menjual rudal serta senjata kepada Arab Saudi, Uni Emirat Arab (UEA), dan Yordania. 

Tiga resolusi itu disetujui setelah House melakukan pemungutan suara pada Rabu (17/7). Voting dilakukan dengan mengusung latar belakang ketegangan yang meningkat di Timur Tengah, termasuk langkah terbaru Iran memperkaya uranium melampaui kesepakatan nuklir 2015 atau Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA). 

Baca Juga

Dua resolusi disahkan dengan 238 suara, sedang satu lainnya memperoleh 237 suara. Masing-masing langkah hanya mengumpulkan empat pendukung Partai Republik. 

Pemimpin Mayoritas House Steny Hoyer mengatakan tiga resolusi spesifik tersebut merupakan yang paling signifikan. Sebab, mereka akan membatalkan kontrak penjualan senjata yang dapat digunakan dalam perang Yaman. 

Tiga kontrak tersebut berkaitan dengan rencana produsen senjata AS, Raytheon, membangun pabrik produksi bersama di Arab Saudi untuk merakit bom pintar "Paveway". Ia adalah senjata berpemandu laser dan GPS. Pada 2018, penggunaan senjata itu menghancurkan sebuah bus sekolah di Yaman yang menewaskan lebih dari 40 anak laki-laki. 

Kesepakatan Raytheon untuk bersama-sama memproduksi senjata berteknologi tinggi di Saudi tercapai pada Mei 2017, tepatnya saat Trump melakukan kunjungan ke Riyadh. Masih belum jelas apakah Kongres memiliki cukup suara untuk mengesampingkan veto atas resolusi tersebut. 

Untuk menjatuhkan veto presiden, dibutuhkan dua pertiga mayoritas di House dan Senat. Ketua Komite Urusan Luar Negeri House of Representative Eliot Engel mengatakan, resolusi tersebut memang diperlukan. 

Engel menilai selama ini pemerintahan Trump berusaha menghindari Kongres dan aturan hukum agar dapat memuluskan proses penjualan senjata kepada Saudi. Namun Michael McCaul, perwakilan Republik di Komite Urusan Luar Negeri House of Representative mendorong agar resolusi itu ditolak. 

Menurut McCaul, saat ini Iran sedang memperluas pengaruh terornya di Timur Tengah. "Jika kita membiarkan mereka berhasil, terorisme akan berkembang, ketidakstabilan akan memerintah, dan keamanan sekutu kita seperti Israel akan terancam," ujarnya. 

Asisten Menteri Luar Negeri AS R Clarke Cooper sempat berkata kepada Komite Urusan Luar Negeri House of Representative bahwa pemerintahan Trump perlu melakukan penjualan senjata. Hal itu guna meyakinkan para sekutu AS di Teluk untuk menghadapi agresi Iran. 

Dua bulan lalu Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo juga memberitahu Kongres bahwa dia telah membuat keputusan tentang adanya keadaan darurat yang membutuhkan penjualan senjata segera guna mencegah meluasnya pengaruh buruk Iran di seluruh Timur Tengah. Namun, Eliot Engel menyatakan tak ada keadaan darurat. Setelah pemberitahuan Pompeo tersebut, tidak ada satu senjata pun yang telah dikirimkan dan banyak dari mereka bahkan belum diproduksi. "Keadaan darurat apa yang membutuhkan senjata yang akan dibangun berbulan-bulan di jalan?" katanya. 

Undang-undang AS memang mengharuskan Kongres diberitahu tentang potensi penjualan senjata kepada pihak asing. Ia pun diberi kesempatan untuk memblokir penjualan tersebut. 

Namun, undang-undang juga memungkinkan presiden mengabaikan penilaian peninjauan Kongres dengan menyatakan keadaan darurat. Dengan demikian, penjualan senjata harus dilakukan untuk kepentingan keamanan nasional AS. 

Tiga resolusi yang baru disetujui adalah upaya terbaru Kongres untuk menyatakan ketidaksetujuannya atas dukungan militer AS terhadap Saudi. Hal itu mulai timbul sejak pejabat tinggi Saudi dilaporkan terlibat dalam pembunuhan jurnalis the Washington Post Jamal Khashoggi pada Oktober tahun lalu. 

Khashoggi tewas dimutilasi setelah memasuki gedung konsulat Saudi di Istanbul, Turki. Hingga kini potongan tubuhnya belum juga ditemukan. Laporan CIA mengindikasikan bahwa Putra Mahkota Saudi Pangeran Mohammed bin Salman terlibat dalam kasus pembunuhan itu. 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement