Jumat 19 Jul 2019 08:57 WIB

Cerita dari Indonesia Terbuka 2019: Yang Penting Foto Bareng

Jadwal pertandingan yang tak menentu buat penonton harus sabar menanti atlet melintas

Anthony Ginting
Foto: Dok PBSI
Anthony Ginting

REPUBLIKA.CO.ID,

Oleh Muhamamd Ikhwanuddin

Bagi Silvi (23 tahun), pebulu tangkis jauh lebih penting daripada bulu tangkis itu sendiri. Ia tak peduli siapa yang menang atau kalah, atlet mana yang gugur dan lolos ke putaran berikutnya. Datang sendirian dari Bandung, Jawa Barat, ke Istora Senayan, Jakarta, ia membawa satu visi: berswafoto dengan atlet di Indonesia Terbuka 2019 yang dilangsungkan pada 16 Juli sampai 21 Juli mendatang.

Jauh-jauh hari sebelum berangkat, Silvi sudah bersiap-siap dengan peralatan 'tempur' yang dibawanya untuk mengabadikan momen bersama atlet idola. Mulai dari ponsel, tongkat narsis atau tongsis, mental, serta fisik yang mumpuni.

Tiket yang dibeli secara daring pun sudah di tangannya. Namun, tiket sama sekali tak digunakannya untuk masuk ke dalam tribun penonton. "Saya beli tiket supaya bisa masuk ke Istora aja, bukan masalah nggak nonton pertandingan, yang penting bisa foto barengan," kata Silvi saat berbincang dengan Republika, Kamis (17/7).

Soal fisik, SiIvi mengatakan bahwa ketangguhan tubuh sangat diperlukan agar tujuan berjalan sesuai rencana meski tubuh terimpit dari kanan dan kiri. Sebab, Silvi tak benar-benar sendiri, ia bersama ratusan penggemar lainnya yang berbondong-bondong dengan niat yang sama.

Sesekali Silvi melihat jam di tangan kirinya, sudah tiga jam ia menunggu dan belum ada satu pun atlet yang lewat. Ia menyandarkan kedua tangannya pada barikade besi setinggi 150 cm sambil terus memainkan ponselnya.

Berselang beberapa saat, ada segerombolan orang yang mengumpul di dekatnya. Tak sengaja ia mendengar dari kejauhan bahwa ada satu atlet yang akan datang; Anthony Ginting, pebulu tangkis tunggal putra Indonesia.

Anthony datang, orang-orang semakin menyemut bersamaan dengan teriakan yang melengking keras. Baru beberapa langkah sang atlet berjalan, para penggemar meneriakkan kata yang sama: "Anthony! Anthony!"

Sesuai peraturan dari pihak penyelenggara, para atlet tak diperkenankan bercengkerama dengan penonton sebelum memberikan keterangan pers kepada awak media. Setelah itu, atlet dipersilakan menghampiri penggemarnya.

Lima belas menit berselang, Anthony keluar dari ruang konferensi pers. Seperti sebelumnya, teriakan kembali memenuhi koridor Istora. Anthony yang berjalan mendekat ke arah penonton, membuat jeritan semakin pekak di telinga.

Silvi sedang beruntung hari itu, ia menjadi orang pertama yang dihampiri Anthony untuk berswafoto. Membeludaknya manusia membuat Anthony hanya mampu mengiyakan ajakan foto dari sebagian kecil penonton. Untuk menyiasati hal itu, para penggemar pun berbagi hasil foto satu sama lain.

Silvi dan salah satu penonton lainnya, Santa Clara, saling bertukar nomor ponsel agar bisa terhubung melalui aplikasi percakapan. "Ini namanya solidaritas fan," kata Santa Clara yang semringah ada wajahnya di dekat sang idola.

Anthony berlalu, para penonton yang tadi berkumpul perlahan-lahan berkurang. Kesempatan itu dimanfaatkan Silvi dan Santa Clara untuk duduk dan mengambil napas dalam-dalam agar dapat kembali menunggu sasaran lainnya.

Jadwal pertandingan yang tak menentu membuat penonton harus bersabar menanti atlet melintas. Beberapa dari mereka memilih masuk ke dalam tribun untuk menyaksikan pertandingan. Namun, sebagian lainnya memilih bertahan di belakang barikade untuk mengincar posisi terdepan meski menguras kesabaran.

Perihal mental juga menjadi poin utama Silvi dan Clara karena kesabaran adalah kunci utama 'kesuksesan' bagi mereka. Pasalnya, Silvi dan sesamanya tak tahu kapan atlet akan berjalan melenggang di koridor teras Istora Senayan. Mereka mengaku, tak pernah sedikit pun terucap "Duh, kok nggak datang-datang?"

"Namanya juga nunggu, nggak tahu kapan mereka (atlet) datang. Tapi, kalau nggak begini, bisa nggak dapat fotonya," ujar Clara.

Senada dengan Silvi, Clara pun memilih tak menonton pertandingan yang sedang berlangsung meski atlet yang tampil merupakan idolanya. Ia merasa percuma ketika melihat langsung pertandingan tanpa oleh-oleh foto bersama atlet. ed: gilang akbar prambadi

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement