REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Muhammad al-Sa’ati dengan jam airnya, menandai kemajuan bidang teknik di dunia Islam. Langkahnya adalah kontribusi besar dalam pengembangan teknologi pembuatan jam. Walaupun harus diakui, jam telah ada sejak masa lampau. Sekitar 1500 sebelum Masehi (SM), bangsa Mesir kuno mengembangkan jam matahari.
Kemudian pada 250 SM, seorang perajin dari Aleksandria melangkah lebih maju dengan desain jam airnya. Dalam bukunya, Ridwan al Sa'ati memaparkan penemuan penting dari seorang pria bernama Hormuz. Dia berhasil menemukan cara membuat serta mekanisme kerja jam air.
Inilah yang digunakan oleh ayahnya, Muhammad al-Sa'ati, dalam membangun jam air di Kota Damaskus. Jam air itu dinilai berhasil menggapai lompatan teknologi sehingga menjadi acuan bagi pembuatan jam mekanis berikutnya. Ridwan yang menjadi operator jam air sepeninggal ayahnya, terus menyempurnakan perangkat tersebut.
Gambaran secara perinci dari rekayasa jam itu, Ridwan tuliskan dalam bukunya Amal al-Sa'at wal Amal Biha. Konstruksi jam dibangun memakai bahan kayu, dengan lebar 4,23 meter dan tinggi 2,78 meter. Operasionalnya ditenagai oleh mesin air yang kemudian menyalurkan energi mekanik guna menggerakkan jarum jam.
Sejarawan Ehsan Masood mengatakan, perkembangan teknologi pembuatan jam menjadi puncak gagasan pemanfaatan tekanan air untuk otomatisasi. Kebutuhan untuk mengetahui waktu shalat merupakan titik penting dalam Islam dalam pengembangan jam air.
Jam ini bisa menunjukkan waktu di siang ataupun malam hari. Jam air menjadi keajaiban di zamannya, kata Masood dalam bukunya, Ilmuwan Muslim Pelopor Hebat di Bidang Sains Modern.