Sabtu 20 Jul 2019 12:10 WIB

Malam Terakhir di Rumah Arswendo Atmowiloto

Arswendo adalah sosok seniman yang konsisten menjalani nilai hidup yang ia yakini.

Arswendo Atmowiloto saat diwawancarai usai konferensi pers syukuran atas pencapaian film Keluarga Cemara di Ecology Kemang, Jakarta Selatan, Senin (14/1).
Foto: Republika/Noer Qomariah Kusumawardhani
Arswendo Atmowiloto saat diwawancarai usai konferensi pers syukuran atas pencapaian film Keluarga Cemara di Ecology Kemang, Jakarta Selatan, Senin (14/1).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kematian bagi sebagian orang adalah tanda kehilangan. Namun, buat Arswendo, kematian justru jadi saat tuntasnya penantian.

Paulus Arswendo Atmowiloto atau Sarwendo wafat pada usia 70 tahun di kediamannya, Jalan Damai, Kompleks Kompas, Petukangan Selatan, Pesanggrahan, Jakarta, Jumat (19/7) sore. Sebagaimana nama jalan rumahnya, Arswendo berpulang dengan damai setelah berjuang melawan kanker kandung kemih yang membuatnya sempat dirawat beberapa kali di rumah sakit.

Baca Juga

Wafatnya Arswendo tak didahului banyak tanda. Ia menghembus napas terakhir begitu saja. 

"Meninggalnya tenang, baik, senyum, dan sekarang sudah tidak sakit lagi," kata Tiara, anak ketiga Arswendo saat ditemui di rumah duka.

Tenang. Ungkapan itu yang mungkin tepat mewakili suasana di rumah duka pada malam kepulangan Arswendo. Tak ada suara meraung-raung, para pelayat yang datang menyimpan isak tangisnya masing-masing untuk dirinya sendiri.

Kerelaan itu juga ditunjukkan oleh istri Arswendo, Agnes Sri Hartini. Pada malam kepergian suaminya, Agnes sibuk memastikan berbagai urusan persemayaman dan peribadatan berjalan sempurna. Ia bahkan aktif memilihkan peti jenazah untuk Arswendo sembari menerima kedatangan pelayat yang tak henti datang ke rumah duka dari Jumat malam hingga Sabttu dini hari.

"Saya mau yang atas," kata Agnes ke petugas yang meminta dirinya memilih satu dari dua peti jenazah untuk Arswendo. 

Lukisan The Last Supper atau Perjamuan Terakhir terpahat di sisi kanan dan kiri pada peti jenazah pilihan Agnes. Sementara, di atas peti berwarna coklat kayu itu terpasang salib berukuran sedang berwarna keemasan.

Setelah peti jenazah ditempatkan di ruang tengah rumah, jenazah Arswendo yang telah dimandikan dan dipakaikan baju terbaik dibaringkan di dalamnya. Peribadatan pun dimulai pada tengah malam. Nyanyian-nyanyian doa dilantunkan untuk melepas kepergian wartawan senior dan penulis serial televisi Keluarga Cemara itu. Tak lama, para pelayat pun mengantri menyalami Agnes beserta tiga anak dan enam cucu Arswendo.

Sementara itu dari luar, karangan bunga tak berhenti datang memenuhi jalanan depan rumah Arswendo. Dari banyaknya ucapan duka yang datang, salah satunya berasal dari Presiden Joko Widodo beserta keluarga.

Datangnya ucapan duka dari Jokowi itu pun menarik banyak perhatian pelayat. Satu per satu dari mereka berfoto depan karangan bunga itu.

Tak terkecuali Agnes. Setelah selesai menerima kedatangan para pelayat hingga pukul 01.30 WIB, Sabtu, istri mendiang Arswendo itu ke luar rumah bersama putrinya melihat berbagai karangan bunga yang datang dari para pejabat negeri dan kerabat dekat suaminya. Ia pun berfoto dengan beberapa karangan bunga yang dikirimkan oleh Jokowi, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, Pendiri Kompas Jakob Oetama, dan dari tempat suaminya mengajar, London School of Public Relations (LSPR).

Membekas

Bagi sebagian pelayat, khususnya para sineas, komedian, dan para pekerja seni yang datang ke rumah duka, momen bersama Arswendo membekas di ingatan karena ia banyak dikenal sebagai sosok penuh humor dan selalu mendatangkan kebahagiaan bagi orang-orang di sekitar.

"Siapa yang gak kenal dengan Wendo yang mulutnya ceplas-ceplos itu? Tapi di balik mulutnya itu, tergambar suatu kedekatan emosional di antara kita," kata Slamet Rahardjo, aktor senior, saat ditemui usai melayat di rumah duka.

Slamet mengatakan ia jadi salah satu saksi bahwa Arswendo orang baik. "Semua wartawan muda atau yang baru pasti tahu betul. Arswendo itu tak bisa dipisahkan dari jasanya. Kepada keluarga ia meninggalkan Keluarga Cemara, kepada wartawan, dia menunjukkan jurnalis adalah orang yang bebas," ujar Slamet dengan suara bergetar.

Usai melihat jasad Arswendo, Slamet berucap lirih sembari menyeka air matanya, "I love you, Wendo".

Tak hanya Slamet, pasangan pendiri Teater Koma, Nano Riantiarno dan Ratna Riantiarno pun mengenang Arswendo sebagai sosok penuh guyon. Saat ditemui usai melayat, Ratna mengatakan orang-orang yang mengenal Arswendo akan melihat ia menjalani hidup seperti tanpa beban. 

"Dia senang bercanda. Dalam keadaan seserius apapun, dia bercanda. Dia itu seperti tak ada beban," ujar Ratna.

Momen kedekatan bersama Arswendo juga diceritakan sineas muda seperti Anggia Kharisma beserta suaminya Angga Sasongko dan pemain film Keluarga Cemara, Nirina Zubir. Anggia, misalnya, produser film Keluarga Cemara, mengatakan ia tak akan pernah lupa masa-masa bercengkrama dengan Arswendo sembari diselingi teh panas dan lumpia Semarang. Buat dirinya, banyak pelajaran hidup yang dipetik dari sosok Arswendo.

"Mas Arswendo itu bukan tipe orang yang senang mengumbar (sakitnya, red). Dia selalu memperlihatkan ketawanya yang lebar, selalu dengan sambutan yang hangat," kata Anggia sembari sesekali menyeka air mata.

Sementara itu, pemeran ibu dalam film Keluarga Cemara, Nirina Zubir mengatakan ia selalu mengagumi sosok Arswendo. "Kami merasa kehilangan, karena baru saja bersentuhan (lewat film Keluarga Cemara, red), dan kami mengagumi sosok Mas Arswendo. Bahkan pas tadi pelepasan, anak-anaknya cerita, Mas Arswendo masih mengajarkan banyak hal. Di saat terakhir, masih banyak cinta kasih yang ditunjukkan," ujar Nirina.

Nyaris lewat tengah malam, barisan pelayat masih mendatangi rumah duka demi menemui mendiang Arswendo. Salah satunya, komedian Indro Warkop. Bagi Indro, Arswendo adalah sosok seniman yang konsisten menjalani nilai hidup yang ia yakini.

"Dalam guyon-nya, ada pesan, ada hal yang benar ingin dia sampaikan secara implisit. Mas Wendo itu sosok yang konsisten, dia seniman banget," kata Indro saat ditanya mengenai pendapatnya mengenai sosok mendiang wartawan senior itu.

Walaupun pertemuan antara keduanya tak selalu sering, Indro masih mengingat kepedulian Arswendo terhadap grup lawak Warkop DKI. "Dulu dia sering kasih informasi, dan minta Warkop nyindir pakde (sebutan untuk penguasa jaman Orde Baru)," ujar Indro mengenang hubungannya dengan Arswendo.

Tak lama setelah kepulangan Indro, para pelayat perlahan pulang meninggalkan rumah duka. Nantinya, mereka akan berkumpul lagi di Gereja Matius, Bintaro untuk Misa Requiem Arswendo. Setelahnya, jasad penulis dan wartawan senior itu akan dikebumikan di peristirahatan terakhir San Diego Hills, Karawang.

Dari rumah duka itu, Arswendo kembali mengingatkan: Manusia hidup menunggu mati. Kehidupan justru terasakan dalam menunggu. Makin bisa menikmati cara menunggu, makin tenang dalam hati. Beristirahat yang tenang, Mas Wendo.

sumber : Antara
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement