REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Ritual kurban setiap Idul Adha tiba menjadi peluang bagi masya rakat Indonesia untuk mendulang perekonomian. Sayangnya, pendulum ekonomi kerap berada di pihak pedagang alih-alih peternak.
Perlu strategi mumpuni agar peternak yang masih banyak berstatus mustahik bisa ikut merayakan kelezatan pundi ekonomi dari kurban. Pengamat Ekonomi Syariah Institut Pertanian Bogor (IPB), Irfan Syauqi Beik dalam wawancaranya bersama wartawan Republika, Zahrotul Oktaviani mencoba menjelaskannya. Berikut kutipannya.
Bagaimana potensi ekonomi kurban untuk tahun ini?
Kalau berbicara potensi, Baznas dan Pusat Ekonomi Bisnis Syariah UI sudah melakukan penelitian. Potensi kurban tahun ini mencapai Rp 69 triliun. Kalau melihat kondisi hari ini, barang kali bisa naik 5 persen kalau asumsinya sesuai dengan pertumbuhan ekonominya. Artinya, bisa ada tambahan sampai sekitar 3-4triliun.
Kalau melihat potensi ekonomi dari kurban ini sebenarnya bisa menjadi salah satu ibadah yang memicu pertumbuhan ekonomi. Karena, pada saat kita neraca perdagangannya sedang defisit, juga kondisi ekonomi belum terlalu baik, saya melihat qurban punya potensi mendorong pertumbuhan ekonomi itu.
Saya melihat memang momen-momen keagamaan seperti ini kalau diperhatikan bisa jadi peluang menjaga ekonomi untuk mengalami kenaikan. Bisa mendorong atau stimulus ekonomi kita meningkat.
Perhitungan 69 triliun ini dari mana?
Ini perhitungan berdasarkan tahun kemarin. Jadi, data dari jumlah hewan kurbannya, berapa ekor. Dari situ kelihatan nilai rupiahnya. Dan, kita lihat turunannya karena qurban ini menggerakkan ekonomi lain, seperti rumah potong hewan, industri makanan.
Daging kurban ini kan bisa diolah menjadi beberapa jenis makanan dan membutuhkan bahan lainnya, sehingga penjualan atau permintaan juga ikut meningkat. Artinya, efek multiplayer ekonomi sangat baik dan bisa menggerakkan sektor-sektor lain.