REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Badan Narkotika Nasional (BNN) Provinsi Jawa Timur baru saja menekan kerja sama dengan Kementerian Agama Wilayah Jawa Timur terkait beberapa hal. Salah satunya poin yang mengharuskan calon pengantin di Jawa Timur, menyertakan surat keterangan hasil tes urine, saat mengurus syarat-syarat nikah ke kantor kementerian agama setempat.
Kebijakan yang rencananya mulai dijalankan pada awal Juli 2019 itu mendapat tanggapan dari calon pengantin di Jawa Timur. Salah satunya Moch. Khaesar Januar Utomo (29) yang menyambut baik kebijakan tersebut. Menurutnya, kebijakan tersebut jika dijalankan secara benar, bisa menciptakan keluarga bebas narkoba, yang ujungnya melahirkan generasi berkualitas.
"Jadi kan kita bisa tahu, pasangan kita menggunakan narkoba atau tidak. Jadi kita benar-benar mengetahui bibit, bebet, bobotnya. Kan bagus," kata pria kelahiran Sidoarjo tersebut.
Pria yang berencana melangsungkan pernikahan pada awal 2020 ini menyatakan, jika nantinya diketahui calon pengantin positif narkoba, maka penanganan yang diberikan bisa lebih cepat. Sehingga, yang bersangkutan tidak terjebak lebih jauh lagi sebagai pengguna narkoba. Penyembuhannya pun dirasanya bisa lebih mudah.
Khaesar berharap kebijakan ini bisa segara diterapkan. Dia meyakini, masyarakat bisa menerima kebaikan ini, karena mereka pun sebenarnya sudah tidak asing dengan tes urine. Tes urine yang dilakukan, lanjut Khaesar, tidak ada bedanya dengan yang biasa dilakukan bagi peserta CPNS. Artinya, karena sudah akrab, masyarakat tidak akan merasa kesulitan untuk menjalankannya.
"Sistemnya itu kan sama aja kalau mau mendaftar CPNS yang wajib menyertakan surat bebas narkoba. Ya paling kita harus membeli alatnya di apotik. Paling tidak harus menyiapkan Rp 100 ribu untuk membeli alat tes urinenya," ujar Khaesar.
Berbeda dengan Khaesar, Willy Irawan (28) malah merasa kebijakan semacam ini tidak perlu diterapkan. Pria yang juga merupakan warga Sidoarjo ini berpendapat, kebijakan tersebut tidak menjamin si calon pengantin akan benar-benar terbebas dari jerat narkoba, setelah melakukan pernikahan.
"Tes ini tidak menjamin sesrorang benar-benar berhenti dari menggunakan narkoba. Bisa aja sebelum menikah berhenti supaya lulus tes urine, tapi setelah menikah menggunakan lagi," ujar pria yang berencana melakukan pernikahan di akhir 2019 ini.
Menurut Willy, akan lebih efektif jika si calon pengantin diberi pendampingan dan penyuluhan terkait bahaya narkoba, dan cara membangun kehidupan berkeluarga yang baik dan benar. Pendampingan dan penyuluhan tersebut, kata dia, harus diberikan secara berkala dan intens. Artinya tidak cukuo dengan cara yang formalitas, atau hanya diberikan satu sampai dua kali saja.
"Kalau kebijakan yang tes urine sebagai syarat nikah tadi itu memberatkan dan menurutku syarat-syarat seperti ini buang-buang anggaran. Ini juga memungkinkan untuk terjadinya pungutan liar di sana," ujar Willy.
Willy melanjutkan, jika pun kebijakan itu tetap dijalankan, pihak terkait harus menjalankannya secara bijak. Pihak terkait juga diingatkannya terkait kondisi psikologis keluarga calon pengantin. Willy khawatir, jika keluarga calon pengantin mengetahui calon mantunya merupakan pengguna narkoba, bisa jadi pernikahannya dibatalkan.
"Jadi kalaupun dijalankan, yang boleh tahu hasil tesnya ya hanya kedua mempelai saja. Jangan diberitahukan ke keluarga, karena bisa jadi kaget dan nanti perbikahannya malah batal," kata dia.