REPUBLIKA.CO.ID, BATU -- Bara api yang menyelimuti 60 hektare dari 164 hektare hutan lindung Gunung Panderman, Kota Batu tidak kunjung padam. Proses pemadaman pun terus dilanjutkan.
Administratur Perhutani KPH Malang, Hengki Herwanto mengatakan, sebagian besar area terbakar berada di titik atas gunung. Lokasi yang juga hutan lindung tersebut berisi tumbuhan ilalang dan semak belukar. "Jadi kering dan mudah terbakar, sementara hutan produksi berada di bawahnya itu tidak terbakar. Di situ ada pinus, eukaliptus dan sebagainya," kata Hengki kepada //Republika// di Pos Pantau Gunung Panderman, Kota Batu, Senin (22/7).
Hingga saat ini, Hengki mengaku, belum menerima laporan korban terutama satwa. Namun ia tak menampik, Gunung Panderman merupakan habitat sejumlah binatang. Beberapa di antaranya seperti elang Jawa, babi hutan, monyet, ayam malas, dan hewan biasa lainnya seperti ular.
Berdasarkan laporan petugas di lokasi, satwa monyet telah turun ke hutan produksi untuk menghindari api pada Ahad malam (21/7). Laporan tersebut diperoleh mengingat petugas mendengar suara teriakan monyet ke arah bawah gunung. Ia juga memastikan tidak ada satwa yang lari ke pemukiman warga.
Dengan adanya peristiwa ini, Hengki mengungkapkan, pihaknya telah mengalami kerugian besar. Selain banyak tumbuhan kecil yang mati, kebakaran juga telah menyebabkan polusi udara dan tanah. Satwa-satwa pun berlarian dari area hutan lindung ke arah bawah gunung.
Sementara itu, Kasi Kedaruratan dan Logistik, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Batu, Ahmad Khoirur Rochim mengungkapkan, pihaknya akan terus berupaya memadam api. Bahkan, pasukan gabungan akan mengubah startegi pemadaman. "Tadi kita fokus sekat di titik api langsung, nanti kita buat sekat bakar di antara perbatasan hutan lindung dan hutan produksi dengan panjang lima kilometer dan lebar sekat tiga meter," ujarnya.
Selain itu, Rochim mengaku, belum mampu memberikan keterangan lebih lanjut terkait penyebab kebakaran. Namun, penyebabnya kemungkinan karena faktor alam mengingat tengah memasuki musim kemarau. Apalagi, api bermula dari tiga titik secara bersamaan.