REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dr Abdelrahman Abbar, seorang pengacara dan penggemar berat polo menjelaskan tentang pengaturan kuda, tongkat pemukul, dan bola dalam permainan ini. Penjelasannya pun sedikit mengerikan. Ia menyebut, saat para pejuang dari Asia Tengah berperang, barang siapa berhasil membunuh jenderal musuh, berarti kelompok tersebut menang.
"Jadi, sang pemenang akan membawa kepala jenderal musuh dan dipamerkan ke pada pasukan yang kalah. Namun, saat masa damai, mereka akan berlatih dengan kepala kambing atau domba," ujarnya.
Di Gilgit, ibu kota Baltistan Utara saat ini, tepatnya di Pegunungan Karakoram, sistem perang yang kejam itu berevolusi menjadi sebuah permainan yang lebih aman dan familier seperti yang kita kenal saat ini.
Dr Abbar menyebut, mereka menyiapkan lahan berukuran 150x100 meter sebagai lapangan untuk bermain. Permainan ini meng gunakan kepala domba atau kambing, dan pihak mana pun yang memegang kepala hewan tersebut di akhir permainan akan menjadi pemenangnya.
Ia pun mengutip sebuah tulisan terkenal, "Biarlah orang lain bermain hal lain. Raja permainan masihlah permainan para raja." Hingga saat ini, polo pun masih dimainkan di wilayah tersebut.
Seorang pelatin Tim Polo Habtoor, John Horswell, menceritakan tentang asal-usul permainan ini. "Entah Cina, Mongolia, atau Persia. Permainan ini berasal dari wilayah itu," ujar dia.
Menurut dia, polo merupakan permainan rakyat yang berkembang kurang lebih secara bersamaan di wilayah Asia Tengah dengan peraturan yang bervariasi mengikuti kesepakatan lokal. Di beberapa daerah, bangkai kambing tanpa kepala digunakan sebagai pengganti kepala. Permainan ini berkembang menjadi permainan buzkashi yang cepat dan ganas, dan masih dimainkan hingga saat ini di beberapa daerah di Asia Tengah.
Meski keras, polo berkembang cepat. Menyusul penaklukan Mughal di seluruh Asia Tengah hingga wilayah India pada abad ke-16, Kaisar Babur menjadikan polo sebagai hiburan dan permainan kerajaan. Dalam buku berjudul The Imperial Gazetteer of India yang diterbitkan Sir William Wilson Hunter pada 1881 disebutkan, kematian Sultan Qutb-ud-Din Aibak pada 1206 dikarenakan kudanya jatuh saat pertandingan polo.
Pada abad ke-7 permainan polo telah menyebar di sepanjang Jalur Sutra menuju Jepang dan Cina. Tongkat polo pun muncul dalam lambang kerajaan. Di lokasi lainnya, popularitas permainan ini menjalar hingga ke Mesir.
Dikisahkan, Khalifah Dinasti Abbasiyah, Harun al-Rashid pernah memainkan permainan ini. Sementara itu, di wilayah Bizantium, terjadi sebuah tragedi ketika Kaisar Alexander meninggal dunia karena kelelahan setelah mengikuti pertandingan polo.
Hingga abad ke-13, polo belum masuk ke wilayah Eropa. Baru enam abad kemudian, Inggris menemukan permainan ini di timur laut India.
Seorang Ketua Klub Polo Inggris, Nicholas Colquhoun-Denvers, menyebut permainan ini dimainkan di Persia pada zaman kuno. Namun, polo modern berasal dari Manipur, dekat Myanmar. "Ini berkat seorang lelaki yang kami sebut Bapak Baptis Polo, yakni Mayor Jenderal Joe Shearer, seorang administratur di wilayah itu untuk Pemerintah Inggris,'' kata Denvers.
Joe Shearer, menurut Denvers, menyebut, adanya sebuah permainan bernama sagol kangjei. Sekitar tahun 1860, seorang reporter dari majalah The Field menuliskan artikel tentang permainan itu.
Kemudian, beberapa tentara Inggris yang ditempatkan di Aldershot, Hempshire, membaca artikel tersebut. Mereka lalu meng ambil beberapa tongkat dan bola biliar. Setelah menyiapkan kuda, mereka pun men coba permainan itu. Dan kini, polo menjadi olah raga bergengsi di Inggris. Selain di Ing gris, polo juga dimainkan di lebih dari 77 negara di dunia.