REPUBLIKA.CO.ID, CARACAS — Venezuela kembali dilanda pemadaman listri besar-besaran pada Senin (22/7). Sebagian besar wilayah di negara itu tampak redup, memicu kekhawatiran bahwa kekacauan akan terjadi, seperti beberapa bulan lalu saat adanya insiden serupa.
Pemadaman listrik terjadi di Ibu Kota Caracas sekitar pukul 16.00 waktu setempat. Lampu lalu lintas terlihat tidak menyala, bahkan kereta bawah tanah juga tidak bisa lagi berfungsi pada jam di mana kepadatan penumpang terjadi.
“Ini mengerikan, seperti sebuah bencana,” ujar seorang warga Venezuela yang berprofesi sebagai guru, Reni Blanco dilansir Time, Selasa (23/7).
Banyak orang terlihat membanjiri jalanan di Caracas. Kebanyakan dari mereka adalah orang-orang dalam perjalanan pulang, yang berusaha menuju ke rumah masing-masing secepat mungkin sebelum hari semakin gelap.
Hingga tiga jam pemadaman berlangsung, warga Venezuela mengatakan bahwa nampaknya terjadi serangan elektromagnetik di serangkaian bendungan pembangkit listrik yang terletak di wilayah selatan Venezuela. Dugaan penyebab insiden itu diyakini sama dengan apa yang terjadi pada awal Maret lalu.
Saat itu, jutaan warga Venezuela harus menderita karena pemadaman listrik yang terjadi selama hampir satu pekan. Mereka tidak dapat memenuhi kebutuhan dasar, seperti air dan makanan, membuat situasi di negara Amerika Selatan tersebut semakin buruk.
Sementara itu, Menteri Komunikasi Venezuela Jorge Rodriguez mengatakan pemerintah sedang berusaha memulihkan listrik secepat mungkin. Pasukan keamanan juga telah dikerahkan, serta rencana darurat diaktifkan untuk menjamin layanan medis dasar dan situasi dapat berjalan dengan kondusif.
“Mereka telah secara sistematis menyerang warga Venezuela dengan segala caea. Tentu kami akan menghadapinya dengan keberanian,” ujar Rodriguez.
Dalam laporan di media sosial disebutkan bahwa ada 19 negara bagian di Venezuela yang terdampak pemadaman listrik. Netblocks, sebuah kelompok yang memantau aktivitas internet, mengatakan data jaringan menunjukkan sebagian besar wilayah negara ini berada dalam kondisi offline dengan konektivitas hanya mencapai 6 persen. Bahkan, televisi pemerintah yang selama 24 jam mengudara, juga harus berhenti menyiarkan berita.
Banyak warga yang bertanya berapa lama kondisi pemadaman listrik di Venezuela berlangsung. Seperti Maria Teresa Gonzalez yang merupakan warga Caracas. Ia mengaku juga risau bagaimana makanan-makanan yang ada di dalam lemari pendinginnya dapat bertahan dengan kondisi listrik yang mati.
“Tanpa cahaya dan listrik, kami tidak memiliki apa-apa,” ujar Gonzalez.
Sementara itu, pemimpin oposisi Venezuela, Juan Guaido terus meminta agar para pendukung dan seluruh masyarakat negara itu kembali menggelar aksi protes pada Selasa (23/7). Ia mengatakan kondisi pemadaman listrik yang kerap terjadi di negara itu harus diatasi dengan benar oleh pemerintah.
“Kami rakyat Venezuela tak akan terbiasa dengan ini,” kata Guaido.
Pemerintah Venezuela telah berfokus pada upaya memperbaiki saluran transmisi di dekat Bendungan Guri, yang menyediakan sekitar 80 persen listrik negara itu, sejak pemadaman besar-besaran terjadi Maret lalu.
Meski demikian, menurut Jose Aguilar, seorang ahli listrik yang berbasis di Amerika Serikat (AS) mengatakan bahwa pembangkit listrik alternatif menggunakan bahan bakar diesel dan gas tidak dapat membuat perbedaan. Aguilar memperkirakan bahwa sejak pemadaman Maret negara itu telah kehilangan sekitar 1.200 Megawatt tenaga panas, atau sekitar 40 persen dari kapasitas pembangkit termal pada awal tahun. Hal itu karena pemerintah membebani sistem rapuh dalam upaya putus asa untuk menjaga lampu menyala di Caracas dan kota-kota lainnya di Venezuela.
"Bahkan dalam peralatan grid yang paling baik pun akan gagal, tetapi ketika beroperasi pada ekstremitas, di luar batas aman, Anda mengekspos pada jenis acara domino ini, seperti Roulette Rusia,” kata Aguilar yang juga merupakan salah satu penasihat informal Guaido tentang urusan listrik.
Pada Maret lalu, Presiden Venezuela Nicolas Maduro menyatakan bahwa pemadaman listrik besar-besaran yang terjadi di negaranya adalah sebuah sabotase. Ia pun menyalahkan AS karena telah mengorbankan perang energi terhadap mereka. Ia juga menuding bahwa Guaido berencana untuk menggulingkan kepemimpinannya dengan dukungan dari Washington.
Venezuela telah dilanda krisis dan kekacuan, seiring kondisi ekonomi di negara itu yang dilanda hiperinflasi. Pemerintahan yang dipimpin Presiden Nicolas Maduro dianggap telah menciptakan situasi yang semakin buruk dengan kebijakan sosialis yang ia terapkan, serta pendahulunya mantan presiden Hugo Chavez.
Gelombang protes untuk menuntut kepemimpinannya telah berlangsung dalam beberapa tahun terakhir. Kondisi semakin memburuk pada awal tahun ini, ketika Guaido menyatakan dirinya sebagai presiden sementara Venezuela.
Setidaknya 50 negara, termasuk AS telah mengakui Guaido sebagai pemimpin Venezuela. Namun, Rusia dan beberapa negara lainnya telah menolak klaim tersebut dan mengatakan Maduro, serta pendahulunya Chavez sebagai pemimpin negara yang sah.