REPUBLIKA.CO.ID, MANILA -- Filipina sedang mempertimbangkan untuk membuka Pulau Thitu yang berada di gugus Kepulauan Spratly sebagai tempat pariwisata. Pulau tersebut diketahui berada di wilayah terdepan dan paling strategis di Laut Cina Selatan.
Rencana pembukaan Pulau Thitu sebagai tempat wisata merupakan upaya Filipina untuk menegaskan klaimnya atas kedaulatan beberapa pulau yang diperebutkan di Laut Cina Selatan. Selain itu, Filipina juga ingin mengejar China dan Vietnam yang sudah lebih dahulu mengembangkan fasilitas di pulau-pulau terluar yang mereka miliki.
"Kami berada di jalur yang tepat dalam membangun kembali atau memperbaiki landasan pacu kami di Pagasa," kata Menteri Pertahanan Filipina Delfin Lorenzana, merujuk pada Thitu yang terletak sekitar 280 mil laut di lepas pantai Filipina, Selasa (23/7).
"Di masa depan, kami akan membangun struktur untuk pasukan kami di sana dan mungkin beberapa hotel untuk orang Filipina yang ingin pergi ke sana sebagai turis," ujar Lorenzana menambahkan.
Lorenzana mengatakan, jalan raya telah dibuat untuk memudahkan akses alat berat dan distribusi bahan bangunan ke Pulau Thitu. Pulau yang memiliki luas 37 hektare tersebut merupakan tempat bagi populasi kecil penduduk sipil yang hidup dengan subsidi pemerintah.
Penasihat Keamanan Nasional Hermogenes Esperon mengatakan, di Pulau Thitu juga sedang dibangun fasilitas pelabuhan untuk kapal penangkap ikan yang lebih besar, kapal penjaga pantai, dan kapal angkatan laut. Esperon menegaskan bahwa sejak 2016 tidak ada pulau-pulau yang diambil dari Filipina.
“Kami tidak meninggalkan pulau apa pun, tidak ada pulau yang diambil dari kami sejak 2016 dan kami memperkuat posisi dan kepemilikan kami,” kata Esperon.
Menurut Asia Maritime Transparency Initiative, di gugus Kepulauan Spratly Filipina menempati sembilan pulau, Malaysia mengontrol lima pulau, Taiwan memiliki satu pulau, dan Vietnam 27 pulau. Kepulauan Spratly adalah gugus kepulauan di Laut Cina Selatan yang dipersengketakan oleh beberapa negara di sekitarnya. Kepulauan ini disinyalir memiliki kandungan gas dan minyak bumi yang sangat besar, serta strategis sebagai pos-pos pertahanan militer.
Sebagai perbandingan, China Subi Reef adalah sebuah benteng yang terletak 14 mil laut dari Pulau Thitu. China Subi Reef dapat menampung sekitar 400 bangunan individu, jauh lebih banyak dari enam pulau yang diklaim Cina di Spratly. China Subi Reef dilengkapi dengan radar, hangar, landasan pacu, dan fasilitas peluncuran rudal.
Dalam pidato tahunannya, Presiden Filipina Rodrigo Duterte mengatakan, rudal-rudal tersebut merupakan alasan agar tidak ada yang memprovokasi atau menentang kegiatan maritim Cina. Diketahui, Cina mengklaim hak kepemilikan historis atas seluruh wilayah Laut Cina Selatan. Namun keputusan arbitrase internasional pada 2016 mengatkan, klaim tersebut tidak memiliki dasar hukum di bawah hukum internasional.