Selasa 23 Jul 2019 17:50 WIB

Bolehkah Upah Jagal dari Bagian Hewan Kurban?

Ada alternatif selain bagian hewan kurban untuk upah jagal

Rep: Kiki Sakinah/ Red: Hasanul Rizqa
(Ilustrasi) Anggota Juru Sembelih Halal Indonesia (Juleha) menjelaskan cara menyembelih hewan qurban di Masjid Kampus UGM, Yogyakarta, Kamis (18/7/2019).
Foto: Republika/ Wihdan
(Ilustrasi) Anggota Juru Sembelih Halal Indonesia (Juleha) menjelaskan cara menyembelih hewan qurban di Masjid Kampus UGM, Yogyakarta, Kamis (18/7/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penyembelihan hewan kurban biasanya menggunakan jasa jagal atau juru sembelih. Terkait itu, bolehkah bagian tubuh hewan kurban, semisal kepala atau kulit, dijadikan sebagai imbalan atau upah untuk juru sembelih?

Menurut Direktur Rumah Fikih Indonesia (RFI) Ustaz Ahmad Sarwat, jagal memang wajib diberi upah. Hal ini sebagaimana akad mempekerjakan seseorang.

Baca Juga

Namun, lanjut dia, mesti ada kesepakatan sejak semula antara panitia dan jagal mengenai besaran tarif.

Di samping itu, kesepakatan juga mencakup tentang tugas juru sembelih. Misalnya, apakah sebatas merobohkan hewan dan menyembelih? Ataukah diteruskan dengan menguliti, memotong, mencincang, hingga menimbang dan memasukkannya ke dalam kemasan?

Pada dasarnya, bagian tubuh hewan kurban tidak boleh dijadikan sebagai upah.

"Yang menjadi masalah, bukan tidak boleh memberi upah kepada jagal, tetapi yang haram adalah mengupah jagal dari bagian tubuh hewan yang telah disembelih untuk kurban," kata Ustaz Ahmad, seperti dikutip dari laman resmi Rumah Fiqih Indonesia, Selasa (23/7).

Larangan itu disinggung dalam hadits yang diriwayatkan 'Ali bin Abi Thalib. Saat itu, Ali pernah mengambil tugas sebagai panitia penyembelihan hewan kurban.

"Rasulullah SAW memerintahkanku untuk mengurusi unta-unta kurban beliau. Aku menyedekahkan daging, kulit, dan jilal-nya (kulit yang ditaruh pada punggung unta untuk melindungi dari dingin). Aku tidak memberi sesuatu pun dari hasil sembelihan kurban kepada tukang jagal. Beliau bersabda, 'Kami akan memberi upah kepada tukang jagal dari uang kami sendiri'" (HR. Muslim).

Dari hadits tersebut, Ustaz Ahmad menegaskan, tukang jagal tidak boleh diberi upah yang diambil dari sebagian hasil sembelihan kurban.

Pendapat ini diikuti para ulama Syafi'iyah. Demikian pula pendapat Atha', An-Nakha'i, Imam Malik, Imam Ahmad, dan Ishaq.

Selain itu, dalil lainnya juga ditegaskan hadits riwayat Al-Hakim "Orang yang menjual kulit hewan kurban, maka tidak ada kurban baginya."

Dalam hal ini, ia menuturkan panitia bisa mengupah jagal dari sumber dana yang lain. Misalnya, dari pemilik hewan, dari keuntungan jual hewan dari pihak panitia, dan dari kas masjid.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement