REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Tanpa pengolahan dan pengurangan sampah yang baik, kapasitas Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Bantar Gebang diproyeksi penuh tiga tahun lagi. TPST yang menampung mayoritas sampah asal Ibu Kota tersebut diproyeksi bisa tutup tiga tahun mendatang. Di sisi lain, kapasitas TPST serupa terutama di wilayah Jakarta belum tersedia.
Direktur Jenderal Pengolahan Sampah, Limbah, dan Bahan Beracun Berbahaya (PSLB3) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Vivien Ratnawati mengatakan, pengolahan dan pengurangan sampah di Indonesia masih minim. Dia mencontohkan, hal itu nampak terjadi di TPST Bantar Gebang yang mana kapasitasnya semakin berkurang dari hari ke hari.
“Sepanjang pengolahan sampahnya seperti ini, Bantar Gebang bakal tutup tiga tahun lagi. Jadi 2021 bisa penuh itu,” kata Vivien kepada Republika, di Jakarta, Selasa (23/7).
Berdasarkan catatan Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta, TPST Bantargebang memiliki total lahan seluas 110 hektare yang mana sekitar 90 persennya telah dipenuhi sampah dengan sistem sanitary landfill. Dengan luas lahan tersbut, kapasitas tampung Bantar Gebang sebesar 49 juta ton sampah yang mana pada 2019 kapasitas tampungnya sudah mencapai 39 juta ton.
Vivien melanjutkan, kontribusi sampah asal DKI Jakarta ke TPST Bantar Gebang cukup besar. Setidaknya, terdapat 7.400 ton hingga 8.000 ton sampah asal DKI yang dikirim ke Bantar Gebang setiap harinya.
Untuk itu, dia mengatakan, pengurangan dan pengolahan sampah perlu menjadi komitmen seluruh elemen baik dari struktur pemerintah, swasta, maupun masyarakat.
Hal ini menurutnya diperparah dengan kondisi pengurangan sampah di Indonesia yang masih rendah. Pengurangan sampah di Indonesia masih terbilang kecil yakni di angka 3 persen.
Kesadaran masyarakat dan seluruh elemen terkait, kata dia, juga perlu ditingkatkan guna menghadapi permasalahan serius sampah yang ada di depan mata. “Ke depannya mau dikemanakan sampah (Jakarta) itu nanti? Ini yang jadi pertanyaan,” kata dia.
Meski begitu, Vivien mengapresiasi langkah sejumlah daerah yang mengeluarkan peraturan daerah (perda) larangan plastik. Menurut dia, meski aturan tersebut tidak dinasionalkan, sejumlah daerah sukses dalam mengurangi sampah plastiknya.
“Sampah plastik kita pada 2018 itu menurun 1 persen sejak perda larangan itu berlaku. Itu (1 persen) setara dengan 630 ribu ton plastik, sangat lumayan,” kata dia.
Dia menyebut, dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2018 disebutkan, wewenang pengelolaan sampang dengan kapasitas terpasang itu merupakan wewenang daerah. Sehingga kapasitas pemerintah pusat belum dapat mengintervensi lebih jauh regulasi yang ada.
Hanya saja, Vivien menambahkan, pemerintah pusat dapat memberikan pedoman nasional agar daerah dapat ikut serta berkontribusi dalam pengurangan sampah.