Rabu 24 Jul 2019 07:42 WIB

Bandung Dilanda 160 Kebakaran pada Januari-Juli

Rata-rata penyebab kebakaran di Bandung disebabkan arus pendek dan ledakan kompor.

Rep: Muhammad Fauzi Ridwan/ Red: Ani Nursalikah
Para petugas pemadam kebakaran perlahan mulai berhasil memadamkan api di  Pabrik Majun di wilayah Cipatik-BBS Kabupaten Bandung Barat, Senin (15/7).
Foto: Republika/Fauzi Ridwan
Para petugas pemadam kebakaran perlahan mulai berhasil memadamkan api di Pabrik Majun di wilayah Cipatik-BBS Kabupaten Bandung Barat, Senin (15/7).

REPUBLIKA.CO.ID, SOREANG -- Dinas Pemadam Kebakaran (Damkar) Kabupaten Bandung mengungkapkan periode Januari hingga Juli tahun ini, terjadi 160 kasus kebakaran. Pada musim kemarau Juli ini, kebakaran mencapai 30 kasus dan cenderung meningkat.

"Januari hingga Juni 130 kasus kebakaran, sedangkan Juli 30 kasus. Jumlahnya 160 kasus," ujar salah seorang petugas Damkar Kabupaten Bandung, Bima, Rabu (24/7).

Baca Juga

Ia menambahkan, penyelamatan yang berhasil dilakukan untuk memadamkan kebakaran dan mengamankan sarang tawon mencapai 176 kasus. Hal itu terjadi periode Januari hingga 169 kasus dan Juli tujuh kasus.

Dirinya menambahkan, rata-rata penyebab kebakaran yang terjadi di Kabupaten Bandung disebabkan arus pendek atau korsleting listrik dan ledakan kompor gas. Selain itu, musim kemarau juga berpengaruh terhadap potensi kebakaran di lahan-lahan yang ada.

Sebelumnya, Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Bandung mengungkapkan suhu dingin yang terjadi beberapa hari terakhir di wilayah Bandung Raya dan di Jawa Barat merupakan penanda peralihan ke musim kemarau. Kondisi yang tengah berlangsung merupakan fenomena yang wajar.

Peneliti cuaca dan iklim BMKG Provinsi Jawa Barat, Muhamad Iid Mujtahiddin mengatakan musim kemarau di Jawa Barat sejak Juni dimulai dari wilayah Pantura bergerak ke arah selatan. Kemudian, angin yang melewati Jawa Barat adalah angin pasat Tenggara atau Timuran dari Australia.

"Bulan Juli, Agustus dan September di Australia sedang mengalami puncak musim dingin. Suhunya relatif lebih dingin dibandingkan musim penghujan," ujarnya.

Dirinya mengatakan, suhu dingin yang tengah berlangsung pun dipengaruhi kelembaban pada ketinggian permukaan hingga 1,5 Km di atas permukaan laut.  Pada sore hari terlihat pembentukan awan.

Akan tetapi, pada ketinggian tiga kilometer di atas permukaan laut relatif kering sehingga potensi awan yang terbentuk untuk terjadinya hujan kecil. Kemudian dampak kondisi kelembaban pada malam hingga pagi hari menambah kondisi suhu udara menjadi dingin.

Iid mengatakan puncak musim kemarau terjadi pada Agustus-September dengan karakteristik suhu udara dingin dan kering. Ia mengimbau masyarakat tetap menjaga kondisi badan agar tetap fit.

"Salah satu di antaranya saat bepergian ke luar rumah selalu mengenakan baju hangat atau jaket dan mengonsumsi buah-buahan serta sayuran," katanya.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement