Rabu 24 Jul 2019 13:37 WIB

Rencana Perdamaian Palestina-Israel tak Banyak Kejutan

AS akan merilis rencana perdamaian Palestina-Israel.

Rep: Rossi Handayani/ Red: Nur Aini
Ilustrasi Bendera Israel dan Palestina
Ilustrasi Bendera Israel dan Palestina

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Menantu sekaligus penasihat utama Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump, Jared Kushner, dan negosiator khusus Jason Greenblatt bekerja pada rencana perdamaian Israel-Palestina selama dua tahun. Pada Selasa (23/7), Greenblatt berbicara kepada Dewan Keamanan PBB, dengan mengungkap rencana tersebut dalam 60 halaman.

Greenblatt mengatakan, dia dan Kushner telah berbicara dengan sejumlah besar masyarakat Israel dan Palestina dalam membuat proposal mereka, termasuk para pemimpin politik dan agama, akademisi, pakar, dan warga negara biasa. Mereka juga telah mengumpulkan masukan di ibu kota regional dan Eropa.

Baca Juga

"Saya tidak berpikir akan ada banyak kejutan dalam rencana itu. Kami menguji ide, kami melihat reaksi, kami tahu di mana "tombol panas"," kata Greenblatt, dilansir dari Voice of America, Rabu (24/7).

Presiden Trump menyebutnya sebagai Kesepakatan Abad Ini. Akan tetapi, rencana tersebut masih merupakan rahasia yang dipegang erat oleh Washington.

Greenbalt mengatakan kepada sekelompok kecil wartawan bahwa dia siap untuk menghilangkan kritik begitu rencana itu terungkap, yang kemungkinan akan terjadi dalam beberapa bulan ke depan.

"Kami akan mengungkapnya pada saat kami berpikir itu memiliki peluang keberhasilan terbaik. Saya benar-benar berharap (pengungkapan) itu tidak melampaui pemilihan atau koalisi pemerintah Israel," kata dia.

Israel menghadapi pemilihan parlemen baru pada pertengahan September usai Perdana Menteri Benjamin Netanyahu tidak dapat membentuk pemerintah koalisi, setelah memenangkan pemilihan April.

Otoritas Palestina pada dasarnya telah menolak rencana tersebut setelah Trump mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel pada Desember 2017 dan memindahkan kedutaan AS di sana tahun lalu. Kota suci bagi Muslim, Yahudi dan Kristen, telah selama beberapa dekade menjadi salah satu masalah status akhir yang paling sensitif.

Negosiator AS berharap Palestina akan melunakkan sikap mereka begitu rencana itu dirilis. "Akan sangat tragis bagi rakyat Palestina sendiri jika kepemimpinan mereka hanya memilih untuk mengabaikannya," kata dia.

Namun, Greenblatt bertaruh akan ada hal-hal menarik yang cukup dalam rencana politik untuk membujuk warga Palestina kembali ke meja perundingan. Meskipun, upaya untuk membawa Palestina ke Bahrain pada Juni untuk peluncuran potensi insentif ekonomi senilai 50 miliar dolar AS tidak berhasil.

"Bahkan jika saya memiliki rencana perdamaian yang hebat, jika kita tidak mencari cara untuk memastikan bahwa Iran tidak merusaknya, berapa banyak kesuksesan yang akan kita miliki?" kata dia, mencatat bahwa perdamaian antara Israel dan Palestina adalah mimpi terburuk Iran.

Greenblatt dan Kushner dijadwalkan untuk kembali ke wilayah tersebut pekan depan dan akan bergabung dengan pejabat pemerintah mengenai kebijakan Iran, Brian Hook.

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement