REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Sutradara Jejak Langkah Dua Ulama, Sigit Ariansyah, mengaku perasaannya bercampur aduk saat menerima tawaran menggarap film tersebut. Terlebih, film mengisahkan dua tokoh raksasa umat Islam di Indonesia, KH Ahmad Dahlan dan KH Hasyim Asy'ari.
Sigit sebetulnya terbiasa membuat film-film dokumenter atau film-film festival. Namun, ia tetap saja merasa kaget ketika mendapatkan tawaran membuat film tentang sosok pendiri Muhammadiyah dan pendiri Nahdlatul Ulama tersebut.
"Karena lihat judulnya sudah terbayang bagaimana praproduksinya, sampai sekarang masih deg-degan karena ada perubahan tiap detik," kata Sigit kepada Republika,co.id, Rabu (24/7).
Di lain sisi, Sigit merasa tertantang untuk bisa membuat film tersebut. Bahkan, Sigit memberi standar cukup tinggi untuk aktor-aktor yang akan dipilih memerankan Kiai Dahlan dan Kiai Hasyim.
Sigit mengatakan, aktor-aktor yang dipilih harus bisa membaca kitab kuning, atau setidaknya fasih membaca Alquran. Itu dirasa sangat penting sebagai pendalaman karakter Kiai Dahlan dan Kiai Hasyim.
"Dari awal kami tidak mau bikin film dengan karakter kiai, tapi ucap insya Allah saja tidak fasih," ujar Sigit.
Untuk itu, Sigit mengaku tidak terlalu peduli aktor-aktor itu sudah terkenal atau tidak dan dari kalangan artis atau bukan. Sigit mengatakan, hal yang terpenting ialah aktingnya baik dan memenuhi syarat-syarat.
Sutradara Jejak Langkah Dua Ulama, Sigit Ariansyah, usai konferensi pers di Kantor PP Muhammadiyah Yogyakarta, Rabu (24/7).
Terkait kemungkinan munculnya kontroversi, Sigit mengaku siap. Apalagi, ia mengungkapkan, sejak awal memang sudah ada begitu banyak versi dari tiap-tiap cerita, baik tentang Kiai Dahlan maupun Kiai Hasyim.
Hal ini yang mendasarinya membuat dua tim periset. Satu tim dari Ponpes Tebuireng meriset cerita Kiai Hasyim di Jatim dan sekitarnya dan satu tim lagi dari LSBO Muhammadiyah untuk meriset cerita Kiai Dahlan di DIY dan sekitarnya.
"Kontroversi pasti karena ada berbagai versi. Itu sudah pasti, tapi saya akan memilih salah satu versi yang memenuhi kriteria, mungkin kriteria sinematografi, mungkin kriteria dramaturgi, dan lain-lain," kata Sigit.