REPUBLIKA.CO.ID,CANBERRA -- The Australian Strategic Policy Institute (ASPI) mengatakan persiapan proses repatriasi pengungsi Rohingya yang dilakukan Myanmar masih minim. Hal itu diungkapkan ASPI dalam laporannya yang dirilis pada Selasa (23/7) malam waktu setempat.
ASPI mengatakan, meskipun pihak berwenang Myanmar telah berjanji untuk memukimkan kembali para pengungsi Rohingya, analisis citra satelit menunjukkan tidak ada tanda-tanda rekonstruksi. Kerusakan bangunan tempat tinggal bahkan masih berlanjut.
“Kerusakan yang berkelanjutan dari area perumahan sepanjang 2018-2019, yang jelas dapat diidentifikasi melalui analisis satelit longitudinal kami, menimbulkan pertanyaan serius tentang kesediaan Pemerintah Myanmar untuk memfasilitasi proses repatriasi yang aman dan bermartabat,” kata peneliti ASPI’s International Cyber Policy Centre, Nathan Ruser.
Pemerintah Myanmar tak menanggapi permintaan komentar atas laporan ASPI. Wakil Direktur Departemen Administrasi Umum Rakhine Kyaw Swar Tun juga menolak menanggapi laporan tersebut.
Pada awal Juli lalu, Pemerintah India menyerahkan 250 rumah prefabrikasi di beberapa desa di Rakhine utara kepada keluarga Hindu yang kehilangan tempat tinggal akibat kekerasan. Namun tak ada rumah untuk Rohingya.
“Orang-orang Hindu dan Rakhine kehilangan rumah mereka dan kami juga kehilangan rumah kami. Kami, Rohingya, berharap memiliki rumah seperti mereka,” kata Zuyarwan, seorang Rohingya yang tinggal di Kota Maungdaw.
Pada Agustus 2017, lebih dari 700 ribu orang Rohingya melarikan diri dan mengungsi ke Bangladesh. Hal itu terjadi setelah militer Myanmar melakukan operasi brutal untuk menangkap gerilyawan Arakan Rohingya Salvation Army (ARSA).
Masifnya arus pengungsi ke wilayah perbatasan Bangladesh segera memicu krisis kemanusiaan. Para pengungsi Rohingya terpaksa harus tinggal di tenda atau kamp dan menggantungkan hidup pada bantuan internasional.